Minggu, 07 Desember 2008

Ketika Harga Solar tidak “Ikut” Turun

Pemerintah akhirnya menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) setelah terjadinya penurunan harga minyak mentah dunia. Data terakhir menunjukkan bahwa harga minyak mentah dunia mencapai 60 US$ per barrel. Kecenderungan penurunan harga minyak sedikit banyak dipengaruhi oleh krisis global yang melanda dunia. Krisis Subripme Mortgage dan krisis finansial yang terjadi diseantero dunia mempengaruhi perkembangan harga minyak mentah itu sendiri. Ketika permintaan akan minyak relatif menurun sebagai akibat menurunnya derived demand manufakturing dan konsumsi minyak, sementara produksi menjadi excess supply sebagai akibat penyesuaian kenaikan harga dalam 6 bulan yang lalu, sehingga menyebabkan harga minyak mentah dunia menjadi turun sejak krisis terjadi.

Ketika masyarakat melihat kecenderungan harga minyak yang mengalami depresiasi, banyak orang yang menuntut pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Seperti kita ketahui, sejak presiden SBY memerintah negeri ini, beliau telah menurunkan harga BBM sebanyak dua kali. Sebuah kebijakan yang sama sekali tidak pro rakyat walaupun itu juga dikatakan cuma oleh segelintir orang. Namun pada dasarnya BBM mempunyai pengaruh yang begitu besar terhadap kehidupan masyarakat. Ketika harga BBM dinaikkan, tingkat kemiskinan langsung meningkat pesat, harga makanan pokok serta biaya transportasi juga ikut naik. Karena itulah masyarakat menuntut pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Karena mereka berpikir sudah saatnya harga BBM diturunkan sehingga diharapkan bisa memperbaiki kondisi kehidupan mereka.
Premium Turun, Solar “belum”

Awal November, pemerintah melalui menteri keuangan, Ibu Sri Mulyani akhirnya mengumumkan penurunan harga minyak bersubsidi. Namun apa yang diharapkan selama ini tidak menjadi kenyataan karena BBM yang diturunkan cuma harga premiun bersubsidi. Dari Rp 6.000/liter menjadi Rp 5.500/liter, turun sebesar Rp 500 atau sekitar 8,3% sedangkan harga solar masih dipertimbangkan untuk turun. Penurunan ini jelas-jelas tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat selama ini. Kebanyakan dari mereka merasa kecewa dengan keputusan pemerintah yang dianggap terlalu kecil menurunkan harga premium ditambah lagi dengan tidak berubahnya harga solar.

Kita tentunya menjadi bertanya-tanya apa yang menyebabkan pemerintah “hanya” menurunkan harga premium sedangkan harga solar tetap berada pada angka Rp 5.500/liter. Apakah ada unsur politik dalam kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Karena logikanya ketika harga minyak dunia mencapai level 60 US$ dan nilai tukar rupiah terhadap dolar sekitar Rp 10.000 maka biaya pokok produksi solar menjadi Rp 5.000/liter. Sehingga pemerintah bisa menurunkan harga solar dari harga sekarang sebesar Rp 5.500/liter menjadi Rp 5.000/ liter. Walaupun begitu kita juga tidak bisa segampang itu mengatakan harga solar bisa turun sebesar Rp 500 karena kita tidak tahu berapa biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk memproduksi minyak. Bahkan Kwik Kian Gie, mantan menteri Bappenas mengatakan bahwa biaya produksi BBM cuma sebesar Rp 3.000/liter. Sehingga kita harus paham betul cost structure dalam memproduksi BBM secara rinci dan jelas.

Kenapa hanya premium yang turun

Paskah Suzetta mengungkapkan ada dua faktor yang menyebabkan harga premium diturunkan, sedangkan solar tidak. Pertama adalah selisih antara harga jual premium di dalam negeri dan harga jual di pasar internasional jauh lebih kecil dibandingkan selisih antara harga jual solar dan minyak tanah di dalam negeri dan di pasar internasional. Maksudnya disini adalah ketika pemerintah menurunkan harga premium dalam negeri selisih harga jual dalam negeri dengan harga internasional kecil sehingga pemerintah lebih memilih untuk menurunkan harga premium. Hal ini juga dilandasi kemungkinan penyelundupan minyak keluar negeri menjadi lebih kecil. Lain halnya ketika pemerintah menurunkan harga solar, ketika perbedaan harga solar didalam negeri dan diluar negeri sudah besar maka apabila pemerintah ikut menurunkan harga solar maka selisih antara harga dalam negeri dan internasional akan menjadi besar. Hal ini bisa menyebabkan tingkat penyelundupan menjadi lebih tinggi, walaupun faktor penurunan harga bukan hanya karena masalah penyelundupan BBM.
Faktor kedua adalah, volume konsumsi premium di dalam negeri terbesar dibandingkan bahan bakar minyak lain. Seperti kita ketahui premium digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor dan tingkat pengguna kendaraan bermotor di Indonesia sangat besar. Untuk pengguna sepeda motor saja mencapai angka 35 juta. Ketika pemerintah menurunkan harga premium tentunya akan berpengaruh terhadap 35 juta kendaraan bermotor tadi. Sehingga faktor tersebut menjadi alasan kenapa pemerintah lebih memilih untuk menurunkan harga premium ketimbang harga solar.

Solar Bisa Saja Turun

Pemerintah tentunya juga mempunyai rencana untuk menurunkan harga solar. Karena solar mempunyai manfaat yang begitu besar untuk masyarakat dan juga untuk perekonomian sebuah negara. Solar berfungsi untuk angkutan distribusi barang, khususnya dari pelabuhan membawa komoditi pabrik. Kalau harga solar diturunkan bisa membantu sektor riil tetap bergerak. Nelayan bisa melaut. Begitu pula dengan petani juga akan terbantu. Mereka bisa membayar biaya angkut hasil pertanian ke pasar jadi lebih murah. Biaya operasional truk pabrik untuk mendistribusikan barang juga lebih rendah. Dengan berkurangnya biaya angkut ini, tentunya akan mendorong harga barang ikut turun. Oleh karena itu tidak diturunkannya harga solar kala harga premium diturunkan menyebabkan adanya ketidakseimbangan.
Ketika kondisi diatas terjadi, pemerintah sudah mulai berancang-ancang untuk menurunkan harga solar. Namun pemerintah akan menurunkan harga solar tersebut dengan syarat harga minyak dunia berada pada posisi 60 US$ selama 1-2 bulan atau minimal stabil pada kondisi tersebut. Selain harga minyak dunia, pemerintah juga mencermati perkembangan kurs rupiah terhadap dollar AS dan besaran subsidi BBM sebelum memutuskan menurunkan harga solar bersubsidi. Sesuai perbedaan harga subsidi, jika harga minyak dunia turun, maka harga premium adalah yang pertama akan menyentuh harga internasional, selanjutnya solar dan terakhir minyak tanah. Cuma masalahnya sekarang kita harus evaluasi terus pada setiap bulannya agar APBN tidak terpengaruh .

Subsidi yang Harus Dikeluarkan

Sampai oktober realisasi subsidi mencapai 130 triliun melewati pagu APBN perubahan sebesar 126,82 triliun. Realisasi subsidi Oktober 2008 terdiri atas subsidi bahan bakar premium Rp 42,01 triliun, minyak tanah Rp 43,9 triliun, solar Rp 41,79 triliun, dan ditambah subsidi elpiji 3 kilogram sebesar Rp 3,21 triliun. Kelebihan subsidi dari sektor minyak dan gas tersebut disebabkan oleh pengalihan konsumsi oleh industri ke bahan bakar bersubsidi.
Data simulasi pemerintah menunjukkan, besaran subsidi akan melebihi anggaran pada besaran harga minyak 45 dolar AS per barel, dengan perkiraan subsidi akhir tahun Rp 127,53 triliun. Pada harga minyak 50 dolar AS per barel, subsidi 2008 diperkirakan mencapai Rp 129,56 triliun. Realisasi subsidi diperkirakan terus meningkat seiring dengan naiknya harga minyak Indonesia, yakni Rp 131,56 triliun pada ICP 55 dolar AS per barel hingga Rp 141,71 triliun pada ICP 80 dolar AS per barel. Itu pun dengan asumsi kurs Rp 9.795 per dolar AS.

Sebenarnya subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut merupakan opportunity cost yang dikeluarkan pemerintah. Karena biaya tersebut bisa menjadi biaya pendidikan, kesehatan dan banyak biaya yang bisa digunakan untuk kepentingan rakyat. Sehingga pada akhirnya ketika subsidi itu terpakai untuk biaya BBM sesungguhnya yang rugi adalah rakyat itu sendiri. Berikut ada diagram yang menunjukkan pemakai subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah.




Sumber : Financial Times

Kita bisa melihat sendiri bahwa hampir 50% subsidi BBM itu dinikmati oleh orang kaya. 10% terkaya menikmati 45% subsidi BBM dan 20% terkaya menikmati 43% subsidi BBM, sehingga pada kenyataannya subsidi BBM yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak tepat sasaran. Subsidi tersebut malah dinikmati oleh orang-orang kaya yang seharusnya tidak pantas menikmati subisidi tersebut.
Kesimpulan

Harga solar bisa turun apabila harga minyak mentah dunia tetap stabil pada kisaran 62 US$ dalam kisaran dua bulan kedepan dan juga harus melihat kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika dalam beberapa bulan kedepan. Apabila kondisi tersebut telah terpenuhi, maka penurunan harga solar tinggal menunggu waktu. Namun ketika penurunan harga BBM cuma Rp 500 atau penurunan BBM sangat kecil, sejatinya kebijakan tersebut tidak memberikan efek yang begitu besar terhadap masyarakat. Kebijakan itu pada nantinya hanya akan menjadi sebuah kebijakan politik semata, bukan kebijakan yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat.

Departemen Kajian Strategis
Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Info Ekonomi Mancanegara: Desember 2008 Template by Bamz | Publish on Bamz Templates