Jumat, 12 September 2008

Indonesia dan OECD -- AAP

Berikut tulisan saya tentang laporan OECD (lihat juga tulisan MCB untuk topik yang sama). Versi yang sedikit lebih pendek dimuat di majalah Tempo Senin 4 Agustus 2008.

Indonesia di Radar OECD
Arianto A. Patunru

Indonesia adalah bangsa yang “tanggung”, demikian sebuah gurauan di kalangan ekonom pembangunan. Ia ”miskin”, namun tidak cukup miskin untuk menjadi menarik seperti banyak negara di Afrika. Ia ”mulai kaya”, namun belum cukup kaya untuk menjadi menarik sebagaimana negara maju. Begitulah nasib negara-negara ”papan tengah bawah”: tidak menarik bagi penelitian. 

Syukurlah gurauan itu tidak bertahan lama. Menyusul berbagai laporan yang terbit sebelumnya, baik dari Bank Dunia, IMF, ataupun ADB, maka laporan Economic Assessment of Indonesia 2008 yang diluncurkan Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) tanggal 24 Juli kemarin adalah satu lagi negasi yang segar atas gurauan di atas. Indonesia adalah negara yang bukan saja menarik tapi juga penting, sekalipun berada di ”papan tengah bawah” – mengacu kepada salah satu kategori pendapatan Bank Dunia: lower-middle income.

Laporan OECD itu bukan membawa sesuatu yang sepenuhnya baru, memang. Sebagian isinya adalah hal-hal yang sudah kita ketahui. Bahwa ekonomi Indonesia telah pulih dari krisis ekonomi 1997-98, sekalipun dengan proses yang lebih lambat daripada Korea, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Bahwa investasi membaik namun masih di bawah negara-negara lain di Asia Tenggara. Bahwa perekonomian masih sangat bergantung pada konsumsi (terutama pengeluaran pemerintah) dan ekspor. Atau bahwa pertumbuhan ekspor kita lebih banyak ditopang oleh naiknya harga-harga komoditi di dunia.

Namun laporan tersebut menjadi penting karena ia adalah sekaligus pertanda bahwa Indonesia tidak mungkin mungkin lagi dinafikan dalam wacana dan keputusan ekonomi global. Indonesia dimasukkan ke dalam kelompok ”negara-negara dengan keterlibatan yang ditingkatkan” atau enhanced engagement countries yang mencakup Brazil, India, Indonesia, Cina, dan Afrika Selatan (”BRIICS”). Indonesia satu-satunya wakil Asia Tenggara, wilayah yang disebut sebagai region of priorities. Banyak hal yang menjadikan Indonesia penting, selain potensi ekonomi: populasi yang besar, negara yang luas, posisi geografi yang strategis, dan lain-lain.

Laporan OECD dalam bentuk economic assessment biasanya dikemas dalam tiga bagian: satu bagian mengupas perekonomian secara umum dengan fokus pada kinerja pertumbuhan ekonomi, dan dua bagian menyoroti isu-isu penting selain pertumbuhan. Untuk Indonesia, OECD benar, bahwa kedua isu penting tersebut adalah iklim usaha/investasi dan pasar tenaga kerja.

Kurang kondusifnya iklim investasi Indonesia telah banyak sekali dikupas oleh berbagai studi dan laporan. Pemerintah pun tampaknya mafhum bahwa iklim investasi adalah kunci pembangunan ekonomi. Berbagai kebijakan dikeluarkan untuk memperbaiki iklim investasi. Misalnya Inpres 3/2006, Inpres 6/2007, dan Inpres 5/2008. Juga paket-paket kebijakan yang berkaitan dengan iklim investasi: kebijakan infrastruktur (PMK 38/2006) maupun stabilitas keuangan (SKB 5 Juli 2006). Dan, tentu saja UU 25/2007 tentang Penanaman Modal. Semua ini patut dihargai. Sayangnya, kebijakan-kebijakan ini masih kurang efektif dalam implementasinya. Kapasitas yang kurang dari birokrasi pada tingkat operasional menjadi salah satu penyebabnya. Juga, banyak paket yang tergoda untuk mengakomodasi terlalu banyak hal sehingga menjadi tidak fokus, sehingga tampak seperti daftar cucian (laundry list). Selain itu, resistensi terhadap reformasi kebijakan masih banyak bahkan dari dalam birokrasi sendiri, baik secara horisontal (antar departemen atau antar unit) atau vertikal (antar pusat dan daerah).

Hal yang sering luput dari kebijakan adalah kenyataan bahwa pengusaha dan investor lebih peduli pada kepastian daripada janji atau program perbaikan iklim investasi yang rumit namun menimbulkan interpretasi berbeda-beda di level pelaksana. Bahkan dalam beberapa hal, mereka bersedia membayar lebih untuk kepastian yang lebih tinggi. Misalnya, waktu yang diperlukan untuk membuat perusahaan baru atau waktu untuk menyelesaikan prosedur ekspor atau impor di pelabuhan.

Terakhir, perbaikan iklim investasi perlu memprioritaskan syarat perlu untuk berbisnis yaitu kondisi infrastruktur dan logistik yang memadai. Basri dan Patunru (2008) menyimpulkan bahwa rencana investasi sering terhambat karena infrastruktur yang jelek serta biaya logistik yang tinggi. Dengan kata lain, masalah utama perekonomian Indonesia berada di sisi penawaran, bukan sisi permintaan.

Isu spesifik kedua yang dibahas oleh Laporan OECD ini adalah pasar tenaga kerja di Indonesia yang sangat kaku. Dalam paket perbaikan iklim investasi Inpres 3/2006 pemerintah mengagendakan revisi atas undang-undang ketenagakerjaan, UU 13/2003 dengan target waktu April 2006. Menyusul resistensi yang sangat tinggi dari sejumlah serikat pekerja dan juga anggota DPR, pemerintah mundur teratur. Di dalam paket lanjutan, Inpres 6/2007, rencana perbaikan itu bahkan tidak lagi muncul sebagai salah satu agenda. Bahkan isu pasar tenaga kerja hilang sama sekali. Barulah pada Inpres 5/2008 isu tenaga kerja dimasukkan kembali, sekalipun dengan agenda yang lebih berhati-hati yaitu penciptaan hubungan industrial yang kondusif dan perkuatan lembaga pelatihan dan produktivitas, tanpa perubahan pada undang-undang ketenagakerjaan. Namun tanpa perbaikan mendasar pada UU 13/2003, pemanfaatan potensi tenaga kerja Indonesia tidak akan pernah optimal. Sebaliknya, hukum dan peraturan yang dianggap melindungi tenaga kerja selain merugikan orang-orang yang sedang mencari pekerjaan juga dapat merugikan pekerja sendiri dalam jangka panjang.

Memang untuk menjadi pemain penting di level global ada harganya. Bahkan untuk sekedar menjadi menarik. Saat ini syarat kuncinya adalah potensi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, iklim berbisnis dan berusaha yang lebih kondusif (terutama dalam aspek infrastuktur, logistik, dan kepastian hukum) serta pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel.

Senin, 08 September 2008

EVALUASI KINERJA KADIN

EVALUASI KINERJA KADIN
DALAM PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN
INDONESIA

Depatemen Kajian Keilmuan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran


Banyak kontribusi yang telah Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) berikan selama ini terhadap kemajuan perekonomian Indonesia, berkali-kali pula Kadin selalu berada di garis terdepan apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan yang kontra dengan kemajuan iklim usaha di Indonesia yang juga tentu akan berpengaruh terhadap kemajuan perekonomian Indonesia sendiri. Dalam mengkritisi kebijakan perekonomian yang dikeluarkan pemerintah, Kadin tentu tidak sembarangan melakukan kritisi, tetapi atas banyak pertimbangan dan kajian yang dilakukan internal Kadin sendiri.

Sejarah Terbentuknya Kadin Indonesia
Pembentukan organisasi Kadin Indonesia pertama kali dibentuk tanggal 24 September 1968 oleh Kadin Daerah Tingkat I atau Kadinda Tingkat I (sebutan untuk Kadin Provinsi pada waktu itu) yang ada di seluruh Indonesia atas prakarsa Kadin DKI Jakarta, dan diakui pemerintah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 1973, kemudian dibentuk kembali sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri dalam Musyawarah Pengusaha Indonesia tanggal 24 September 1987 di Jakarta yang diselenggarakan oleh Pengusaha Indonesia yang tergabung dalam Kadin Indonesia bekerja sama dengan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan wakil-wakil Badan Usaha Milik Negara, didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Kadin Indonesia sendiri merupakan organisasi yang dibentuk sebagai wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang perekonomian sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Kamar Dagang dan Industri merupakan wadah komunikasi dan konsultasi antar pengusaha Indonesia dan antara pengusaha Indonesia dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perdagangan, perindustrian, dan jasa. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri menetapkan bahwa seluruh pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta secara bersama-sama membentuk organisasi Kamar Dagang dan Industri sebagai wadah dan wahana pembinaan, komunikasi, informasi, representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia, dalam rangka mewujudkan dunia usaha Indonesia yang kuat dan berdaya saing tinggi yang bertumpu pada keunggulan nyata sumber daya nasional, yang memadukan secara seimbang keterkaitan antar-potensi ekonomi nasional, yakni antar-sektor, antar-skala usaha, dan antar-daerah, dalam dimensi tertib hukum, etika bisnis, kemanusiaan, dan kelestarian lingkungan dalam suatu tatanan ekonomi pasar dalam percaturan perekonomian global dengan berbasis pada kekuatan daerah, sektor usaha, dan hubungan luar negeri. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) selama ini perannya amat memberikan andil yang cukup besar pada perekonomian Indonesia.

Tujuan Kadin
Kamar Dagang dan Industri Indonesia sendiri terbentuk dengan tujuan:
membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan kepentingan pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi, dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai pelaku-pelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan tertib berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang memungkinkan keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam Pembangunan Nasional.

Kinerja Kadin
Selama ini Kadin Indonesia telah amat membantu pemerintah dalam menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif bagi terciptanya iklim berusaha dan berinvestasi di Indonesia. Apa yang telah dilakukan Kadin Indonesia selama ini tentu saja tidak lepas dari tujuan yang telah dirumuskan para pendiri Kadin itu sendiri.
Kadin telah melakukan banyak hal yang tentunya diharapkan dapat berkontribusi penuh terhadap perekonomian kita seperti, penyebarluasan informasi mengenai kebijakan pemerintah di bidang ekonomi kepada pengusaha Indonesia, penyampaian informasi mengenai permasalahan dan perkembangan perekonomian dunia, yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi dan dunia usaha nasional, kepada pemerintah dan para pengusaha, penyaluran aspirasi dan kepentingan para pengusaha dibidang perdagangan, perindustrian, dan jasa dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan di bidang ekonomi, penyelenggaraan pendidikan, latihan, dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemampuan pengusaha Indonesia, penyelenggaraan dan peningkatan hubungan dan kerja sama yang saling menunjang dan saling menguntungkan antar pengusaha Indonesia, termasuk pengembangan keterkaitan antar bidang usaha industri dan bidang usaha sektor ekonomi lainnya, penyelenggaraan upaya memelihara kerukunan di satu pihak serta upaya mencegah persaingan yang tidak sehat di pihak lain di antara pengusaha Indonesia, dan mewujudkan kerja sama yang serasi antar usaha negara, koperasi, dan usaha swasta serta menciptakan pemerataan kesempatan berusaha, penyelenggaraan dan peningkatan hubungan dan kerja sama antar pengusaha Indonesia dan pengusaha luar negeri seiring dengan kebutuhan dan kepentingan pembangunan di bidang ekonomi sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, penyelenggaraan promosi dalam dan luar negeri, analisa statistik, dan pusat informasi usaha, pembinaan hubungan kerja yang serasi antar pekerja dan pengusaha;, penyelenggaraan upaya penyeimbangan dan melestarikan alam serta mencegah timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, jasa-jasa baik dalam membentuk pemberian surat keterangan, penengahan, arbitrasi, dan rekomendasi mengenai usaha pengusaha Indonesia, termasuk legalitas surat-surat yang diperlukan bagi kelancaran usahanya, serta tugas-tugas lain yang diberikan oleh pemerintah demi meningkatkan kemajuan perekonomian Indonesia.
Selain itu, ada beberapa hal lain juga yang telah dilakukan Kadin dalam beberapa waktu yang lalu seperti, mengkritisi asumsi-asumsi dasar dalam penyusunan APBN 2008 yang tidak realistis sehingga hanya dalam waktu 3 bulan berjalan APBN telah mengalami perubahan, mengkritisi surat keputusan bersama 5 menteri yang menyatakan perpindahan waktu kerja ke hari sabtu dan minggu yang tentunya kurang mendukung iklim usaha dan investasi di Indonesia, mengkritisi kebijakan PLN dimana para pengusaha harus menanggung kerugian biaya produksi listrik padahal apabila kerugian ini ditanggung pengusaha belum tentu pasokan listrik akan menjadi lancar, serta hal lainnya yang tentu dalam rangka memajukan serta melindungi para pengusaha kita.

Simpulan
Dalam melaksanakan tugas-tugas serta fungsi-fungsinya, Kadin akan terus berusaha melakukan hal-hal yang dapat menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang kondusif, bersih dan transparan yang memungkinkan keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam pembangunan nasional dalam tatanan ekonomi pasar dalam percaturan perekonomian global karena pengusaha Indonesia yang tangguh akan menciptakan perekonomian Indonesia yang tangguh pula. Kita tentu perlu aktif mendukung apa yang selama ini dilakukan Kadin yang dalam jangka panjang tentu akan membantu menyejahterakan Bangsa Indonesia.

Jumat, 05 September 2008

ANTARA INVESTASI DAN PERAN KADIN DI MATA PARA PENGUSAHA DI INDONESIA

Tentang kadin

Pada Rapat Kerja (Raker) nya KADIN telah membuat platform kerja mereka yang tercantum dalam visi mereka yaitu :

(1) Pertumbuhan ekonomi di atas 7%

(2) Peningkatan daya tarik investasi dan daya saing bangsa

(3) Penciptaan lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan

Serta misi nya

1) kebijakan untuk melakukan restrukturisasi total industri nasional;

(2) kebijakan untuk melakukan reorientasi arah kebijakan ekspor bahan mentah

(3) kebijakan untuk melakukan penataan ulang tata niaga pasar dalam negeri.

Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada padal level 6,2% versi pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Angka ini masih cukup jauh untuk mencapai yang ditargetkan oleh KADIN sebesar 7%. Kadin sendiri mengklasifikasikan 4 area industri strategis untuk merealisasikan visi 7% tersebut, yakni :

- industri tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu dan alas kaki

-industri elektronika dan komponen elektronika

-industri otomotif dan komponen otomotif

-industri perkapalan


Pilihan yang ditargetkan oleh KADIN ini ternyata juga telah sejalan dengan pemeritah. Pemerintah mengatakan , bahwa pertumbuhan industri otomotif tahun ini diperkirakan mencapai 12, 23 %. (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0607/25/uang01.html). Lebih lanjut pertumbuhan industri pada sektor otomotif ini akan lebih diarahkan pada pertumbuhan industri komponen otomotifnya (ex : sparepart). Adanya kesamaan arah ini seakan mengarah pada suatu tendensi bahwa KADIN lebih cenderung mengikuti arah kebijakan pemerintah. Hal ini yang pada akhirnya menimbulkan kekhawatiran dari para pengusaha.


Peran KADIN saat ini terlihat pada frekuensi kehadirannya pada rapat pengambilan kebijakan yang berpengaruh signifikan terhadap para pengusaha di seluruh Indonesia. Hal ini salah satunya bisa dilihat dari keterlibatan KADIN dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang berujung pada dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama(SKB)5 Menteri.


Keterlibatan KADIN dalam SKB 5 Menteri ini seakan menjadi kehilangan bargaining power untuk membela kepentingan para pengusaha. SKB 5 Menteri ini dinilai merugikan para pengusaha dan justru menimbulkan high-cost economy yang akan mematikan usaha khususnya bagi yang tergolong dalam UKMK.


Kinerja KADIN yang mulai dipertanyakan

Kali ini kinerja KADIN mulai dipertanyakan. Terlepas dari visi dan misi yang mereka bawa, para pengusaha masih mempertanyakan kinerja KADIN dalam keterlibatannya memperjuangkan aspirasi. Seolah-olah KADIN tidak bergeming dengan adanya SKB 5 Menteri ini, yang dianggap tidak kooperatif terhadap industri. Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin KADIN hanya menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam mensosialisasikan kebijakannya.

KADIN yang berfungsi sebagai mediator seharusnya dapat memberikan bargaining power yang lebih dalam merundingkan masalah TDL listrik di dunia industri ini. Bukankah apabila para pengusaha lebih banyak yang merespon negatif terhadap peran KADIN dalam masalah ini, akan semakin memperumit keadaan iklim investasi dan keinginan investasi dari para investor asing juga semakin melemah. Hal ini pada akhirnya akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi yang berjalan semakin lamban. (saat ini baru mencapai 6,2 % ; sedangkan target KADIN sebesar 7%) .

Selanjutnya, berdasarkan data tahun 2006 yang diperoleh dari World Bank (WEF), di Indonesia memerlukan waktu 151 hari untuk melakukan penanaman modal serta harus menjalani 12 tahap prosedural. Selain itu tentunya para calon investor masih harus tersandung dengan berbagai kesulitan mendapatkan izin di kalangan birokrat, sehingga biaya awal yang harus mereka keluarkan akan jauh lebih banyak. Dalam hal ini mungkin bukan sepenuhnya salah KADIN, namun peran pemerintah juga turut menjadi sorotan. Reformasi birokrasi hanya menjadi suatu hal yang menjadi isapan jempol saja. Bagaimana mungkin iklim investasi yang subur dapat dicapai, jika sejak awal para investor tidak di serve dengan baik karena kerumitan birokrasi untuk investasi itu sendiri.


Kesimpulan

Masalah yang dihadapi dunia industri di Indonesia tidaklah sedikit. Untuk dapat mencapai peningkatan investasi diperlukan kerjasama yang kuat. Salah satu badan yang berperan penting dalam mendukung peningkan investasi tersebut adalah KADIN. Sudah sepatutnya KADIN tidak menghilangkan kepercayaan yang telah diberikan. Diharapkan KADIN bisa betul-betul menjadi aspirator yang bisa memperjuangkan hak-hak para pengusaha, sebagai wujud memberikan service terbaik agar taget peningkatan investasi dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi negara bisa tercapai.

KADIN juga diharapkan dapat lebih tepat membidik sektor mana yang bisa menjadi ujung tombak peningkatan iklim investasi di Indonesia. Dengan membidik sektor yang tepat, peran KADIN akan terlihat secara konkret. Efisiensi kinerja serta pencapaian target peningkatan investasi akan lebih mudah dicapai.

Sudah waktunya Negara ini terlepas dari predikat yang tidak menyenangkan. Berada diurutan bawah dalam pilihan investor untuk berinvestasi, berada di urutan teratas dalam kasus korupsi, hanya akan menambah keengganan dari pihak asing untuk berivestasi di Indonesia. Semua persoalan ini tidak akan sepenuhnya bisa diselesaikan tanpa peran pemerintah. Reformasi birokrasi serta pengambilan kebijakan yang bersifat kooperatif dengan para pengusaha merupakan langkah konkret yang bisa dipilih oleh pemerintah untuk memberikan insentif dalam rangka peningkatan iklim investasi di Indonesia.


Departemen Kajian Strategis
Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia

◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Info Ekonomi Mancanegara: September 2008 Template by Bamz | Publish on Bamz Templates