Rabu, 30 September 2009

Pantaskah Bank Century diselematkan?

Sebuah kontroversi yang akhirnya menjadi polemik diantara DPR dengan Pemerintah RI atas injeksi Rp 6,7 triliun kepada sebuah institusi keuangan cacat yang dikenal akrab bernama Bank Century. Sebelum kita melangkah lebih jauh, penulis ingin mengajak Anda (pembaca) untuk mengenal Bank Century lebih dekat.
Bank Century merupakan hasil merger dari 3 bank yaitu Bank CIC, Bank Pikko dan Bank Danpac. Sebelum Bank ini merger tahun 2004 sudah ada indikasi ketidakberesan Bank CIC yaitu adanya surat-surat berharga (SSB) valas sekitar Rp 2 triliun yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan sulit dijual. SSB valas yang berpotensi bodong sebenarnya tidak boleh dibeli bank. Keberadaan SSB valas tersebut hanya untuk menyelamatkan neraca bank, yang sejatinya sudah kolaps. Ada indikasi penipuan yang dilakukan pemegang saham.

Tahun 2005 PT. Antaboga Delta Sekuritas yang merupakan milik pengusaha kakap Robert Tantular yang sekaligus pemilik Bank Century, berhasil mengucurkan produk reksa dana bodong dengan agen penjualnya adalah Bank Century. Dana hasil penerbitan produk reksa dana dan dana nasabah Bank Century inilah yang akhirnya dibawa lari oleh tuannya, Robert Tantular dkk.

Bank Century akhirnya tercium bau busuknya ketika 13 November 2008 Bank Century mengalami gagal kliring, dan berujung pada diambil alih oleh LPS(lembaga penjamin simpanan) pada tanggal 24 November 2008. Pembengkakan hingga Rp 6,7 triliun karena untuk menutup CAR (capital adequacy ratio) agar diatas 8% dibutuhkan Rp 2,7 triliun dan menutup kebutuhan likuiditas sebesar Rp 2,2 triliun.

Pengambilalihan ini menimbulakan polemik di kubu DPR dan Pemerintah RI yang mempertanyakan dana talangan Bank Century yang meledak hingga Rp 6,7 triliun. Kontroversi ini akhirnya mencuat kepermukaan hingga melahirkan spekulasi bahwa adanya moral hazard yang dilakukan oleh pengambil kebijakan yaitu Bank Indonesia. Dimana adanya konspirasi dengan sentuhan elit politik dalam penyelamatan Bank Century untuk menyelamatkan aset-aset nasabah kakap Bank Century.
Sebelumnya ada perbedaan dan persamaan yang sangat mendasar antara kasus BLBI tahun 1997/1998 dengan kasus Bank Century yang terjadi sekarang ini. BLBI( Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) tahun 97-98, yang kala itu terjadi krisis moneter yang akhirnya menjalar kepada krisis likuiditas perbankan, akibat dari rush karena ketidakpercayaan nasabah terhadap perbankan, yaitu dengan berkembangnya isu di masyarakat mengenai beberapa bank besar yang mengalami kalah kliring dan rugi dalam transaksi valas. Kepercayaan masyarakat terhadap bank nasional mulai goyah dan terjadilah rush.
Dengan kata lain bahwa kolapsnya industri perbankan tahun 97/98 karena kesalahan manajemen perbankan dalam menggelola asset dan liabilitisnya karena tidak bisa menghindari gejolak ekonomi regional. Berbeda dengan tindakan yang dilakukan oleh Robert Tantular dkk terhadap Bank Century adalah murni tindakan kriminal, bukan karena adanya gejolak ekonomi global. Persamaan antara kasus BLBI dengan Bank Century adalah terjadi pada saat perekonomian dalam kondisi labil, sehingga potensi untuk rush begitu besar dengan tidak adanya kepastian dari pemerintah.
Maka timbullah pertanyaan lalu kenapa pemerintah harus melakukan penyelamatan hingga menggelontorkan dana sebesar Rp 6,7 triliun?
Alasan Kenapa Bank Century di bailout
1. Di pertengahan 2008 merupakan puncak dari resesi global, apabila Bank century tidak diselamatkan oleh LPS, maka besar kemungkinan yang akan terjadi adalah rush, yang memberikan efek sistemik terhadap bank lainnya akibat krisis kepercayaan terhadap perbankan menengah kecil yang diperkirakan sekitar 20 bank di Indonesia, bisa dibayangkan berapa kerugian yang akan ditanggung pemerintah jika hal itu terjadi.
2. Penutupan Bank Century akan memberikan sentimen negatif di pasar keuangan, karena akan ada pinjaman antar bank yang terganggu, apalagi pinjaman dari bank century berasal dari bank-bank berskala kecil juga.
3. Bank Century memiliki aset Rp 15,23 triliun dan kapitalisasi pasar Rp 1,42 triliun, total nasabah 65.000 dengan total DPK sebesar Rp 9,9 triliun, Penutupan Bank Century akan berdampak pada nasabah di belasan bank kecil lainnya. Tanda-tandanya sudah terlihat ketika Century stop kliring pada 13 November 2008, pelarian dana pihak ketiga ke bank-bank besar melonjak. Hal ini berbeda dengan Bank IFI yang memiliki aset per Maret 2009 hanya sebesar Rp 440 miliar atau sekitar 0,01 persen dari total aset industri perbankan. Sedangkan pinjaman anterbank yang dimilikinya tidak mencapai Rp 8 miliar dan tidak memiliki dana di Surat Utang Negara (SUN) sehingga likuidasi Bank IFI tidak akan mempengaruhi pasar SUN.
4. Pertimbangan lainnya, dari data yang saya peroleh :
Pada 21 Nov saat keputusan penyelamatan dibuat, dana nasabah Century yang dijamin pemerintah dan harus dibayarkan Lembaga Penjamin Simpanan (untuk simpanan kurang dari Rp 2 miliar) jika Century ditutup sebesar Rp 5,6 triliun. Sedangkan dana nasabah di 18 bank yang bisa kena dampak sistemik dan dijamin pemerintah Rp 15 triliun. Jadi, total dana nasabah yang harus dibayar LPS Rp 17,5 triliun.
Jadi, kalaupun century ditutup, LPS harus keluar dana Rp 5,6 triliun (versus dana penyelamatan yang semula Rp 632 miliar kemudian bengkak jadi Rp 6,8 triliun, dan yang kini sudah terpakai baru Rp 4,7 triliun). Dari jumlah Rp 5,6 triliun, yang kemudian ditarik setelah penyelamatan oleh nasabah yang dijamin yaitu Rp 3,5 triliun.

Jadi, pantaskah Bank Century diselamatkan? Pantas atau tidak pantas, sebagai seorang individu, saya mengharapkan tidak ada lagi BLBI dan Bank Century yang berikutnya. Perlunya regulasi dan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dalam hal ini agar tidak terjatuh pada lubang yang sama.

Departemen Kajian Strategis BEM FE Unpad 2009/2010

Jumat, 04 September 2009

APBN, Pendidikan, dan Kemiskinan

Di tengah krisis global yang sempat melanda Indonesia, di tengah menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, di tengah kemiskinan yang belum juga terselesaikan, di tengah maraknya pengangguran yang masih tetap menganggur, dan di tengah setumpuk persoalan bangsa saat ini pemerintah terus melakukan upaya- upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Untuk mengatur upaya tersebut dibuatlah RAPBN 2010 untuk melanjutkan serta memperbaiki APBN 2009. Lalu, pantaskah bangsa ini optimis melihat masa depan jika kita menganalisa RAPBN 2010?
Dalam penyusunannya pemerintah telah menetapan beberapa asumsi makro perekonomian sebagai berikut
INDIKATOR EKONOMI 2009 2010
APBN RAPBN-P RAPBN
1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,0 4,3 5,0
2. Inflasi (%) 6,2 5,0 5,0
3. Nilai Tukar (Rp/US$) 9.400 10.600 10.000
4. Suku Bunga SBI- 3 Bulan (%) 7,5 7,5 6,5
5. Harga Minyak (US$/ Barel) 80,0 61,0 60,0
6. Lifting Minyak (Juta Barel/Hari 0,960 0,960 0,965
sumber : Departemen Keuangan


Berdasarkan asumsi dasar ini kita bisa melihat pemerintah cukup optimis dalam melihat perkembangan ekonomi 2010. Beberapa indikator ekonomi dipatok lebih baik dari tahun 2009 seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan harga minya dunia.
Selain itu, RAPBN 2010 mencatatkan beberapa perubahan lain misalnya turunnya defisit anggaran menjadi sebesar Rp 98,0 triliun atau turun sebesar Rp35,0 triliun pada RAPBN tahun 2009 yang sebelumnya berkisar di angka Rp 133,0 triliun. Pendapatan negara dan hibah direncanakan mencapai Rp911,5 triliun, atau meningkat Rp38,8 triliun dari sasaran RAPBN Perubahan (RAPBN-P) tahun anggaran 2009. Dan juga belanja negara direncanakan mencapai Rp1.009,5 triliun, yang berarti lebih tinggi sebesar Rp3,8 triliun dari yang dianggarkan dalam RAPBN-P tahun 2009.
Pada tahun 2010 ini pemerintah telah menetapkan perekonomian 2010 sebagai "Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat", sebagai Tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2010. Hal ini mengingat adanya krisis finansial yang menghantam hampir semua negara- negara di dunia ini termasuk Indonesia pada akhir tahun 2008. Selama 2009 perekonomian Indonesia dirasa sangat terganggu oleh krisis maka pada 2010 inilah waktu yang tepat untuk menata kembali sistem dan infrastruktur ekonomi yang ada.
Sesuai dengan tema tersebut, dalam RKP tahun 2010 ada lima agenda program pembangunan nasional. Kelima agenda tersebut adalah, Pertama, pemeliharaan kesejahteraan rakyat utamanya masyarakat miskin, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial.

Kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Ketiga, pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional. Keempat, pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi; dan
Kelima, peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim.
Dari kelima agenda tersebut dan memperhatikan arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ke-2 (RPJMN ke-2), dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, maka RKP 2010 disusun dengan tujuan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang. Dengan menekankan peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta peningkatan daya saing perekonomian.
Lalu bagaimana realisasi RAPBN dalam mengentaskan masalah pokok bangsa seperti kemiskinan, pendidikan, keterbatasan kesehatan. Seyogyanya tugas negara adalah membuat rakyatnya hidup dalam kesejahteraan, kedamaian, dan ketenangan. Maka, tidak heran jika APBN diharapkan mampu menyelesaikan masalah- masalah bangsa tersebut.

APBN diamanatkan dalam bidang salah satunya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Bagaimanakah sebenarnya cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia? Hal yang paling mendasari kualitas sumber daya manusia dewasa ini ialah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya. Selain itu pendidikan yang rendah di suatu negara erat kaitannya dengan kemiskinan di negara tersebut. Dengan kata lain negara yang tidak memperhatikan pendidikan rakyatnya hampir bisa dipastikan tidak akan berkembang negara tersebut. Melihat realita yang terjadi di Indonesia, mulai timbul keraguan terhadap komitmen pemerintah baik dalam memajukan pendidikan nasional maupun terhadap pedoman- pedoman dalam RAPBN yang mereka buat sendiri. ketika anggaran untuk pendidikan harus diturunkan. Pada 2010, total anggaran pendidikan akan mencapai Rp 195,636 triliun atau rasionya 20% dari total alokasi belanja negara di 2010 yang jumlahnya sekitar Rp 330 triliun. Porsi anggaran pendidikan 2010 itu berarti turun hingga Rp 11,777 triliun dibandingkan dengan tahun 2009.

Pada 2009 pemerintah pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 207,413 triliun atau 21% dari total alokasi belanja negara yang besarnya Rp 333,5 triliun. Padahal, melihat keadaan pendidikan kita baik kualitas maupun kuantitas masih dirasa kurang. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya sekolah yang tidak memadai untuk dilakukan kegiatan belajar mengajar. Malah tidak sedikit sekolah yang jarak dengan pemukiman warga sangat jauh sehingga anak sekolah yang ingin sekolah harus menempuh jarak yang sangat jauh. Ini menunjukkan sangat tidak meratanya pendidikan di tanah air.
Hal ini jelas mengkhawatirkan. Bagaimana mutu pendidikan bisa meningkat jika dengan anggaran yang ada saja pendidikan Indonesia masih rendah, dan sekarang pada RAPBN 2010 anggaran pendidikan malah diturunkan. Pendidikan gratis di Indonesia sepertinya hanya tinggal menjadi harapan. Ataukah memang pemimpin negeri ini menginginkan warga negaranya menjadi pahlawan devisa (baca : TKI) karena dengan tingkat pendidikan relatif rendah mereka bekerja di luar negeri dan menghasilkan devisa negara yang cukup besar. Apakah para bapak- bapak dan ibu- ibu yang nyaman duduk di kursi empuk itu bangga warga negaranya menjadi warga negara kelas buruh?
Apakah alasan yang digunakan pemerintah untuk menurunkan anggaran pemerintah? Apabila rendahnya daya serap APBN tahun- tahun sebelumnya di bidang pendidikan menjadi penyebabnya maka penurunan nilai anggaran sama sekali bukan jawabannya. Departemen pendidikan sebagai pelaksana anggaran haruslah lebih ditekan untuk mengoptimalkan penyerapan APBN. Bukan dengan menurunkan anggaran itu sendiri. Sangatlah ironis apabila kesalahan yang dilakukan aparatur pemerintah harus ditanggung oleh masyarakat miskin yang menambakan pendidikan yang murah dan berkualitas.
Setelah anggaran diturunkan walaupun pemerintah dengan cerdiknya mengatur rasio anggaran tersebut di level 20 % ditengarai terdapat beberapa kejanggalan. Dari alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah yang disebutkan Rp 122,79 triliun, dari penelusuran ternyata hanya senilai Rp 28,28 triliun. Total alokasi di bagian belanja pemerintah pusat senilai Rp 79,13 triliun. "Jika temuan ini benar, anggaran pendidikan nasional hanya Rp 108,25 triliun atau sekitar 10,7 persen dari RAPBN 2010 .

Kejanggalan lain yang ditemukan, dalam Bab IV halaman 119 dokumen Nota Keuangan tahun 2010 disebutkan total anggaran Depdiknas sebesar Rp 51,79 triliun. Tetapi di dalam penjelasan pasal 21 ayat i RUU APBN 2010, total anggaran Depdiknas tahun 2010 hanya Rp 51,51 triliun.

Penurunan anggaran di Depdiknas yang tahun ini berjumlah Rp 61,52 triliun juga dinilai mengkhawatirkan. Kualitas pendidikan serta akses langsung dari daerah sangat dipertanyakan kemampuannya dengan turunnya anggaran ini.
Di saat negara- negara lain telah maju meninggalkan negara tercinta, pemimpin negeri ini malah tidak berpikir bagaimana pemuda-pemudi tanah air mampu bersaing secara global, namun hanya berpikir bagaimana mengakali APBN agar sesuai dengan amanat undang- undang.
Setumpuk masalah masih menghantui pendidikan nasional. Walaupun dana pendidikan dianggarkan oleh APBN, namun tetap juga dituntut pengelolaannya oleh departemen pendidikan. Nilai 20% dari APBN walaupun mungkin memang kurang namun apabila dikelola dengan baik maka dipercaya kualitas pendidikan di Indonesia bisa meningkat. Apalagi dengan belum optimalnya penyerapan dana APBN oleh departemen pendidikan dan belum meratanya kualitas pendidikan di daerah- daerah.
Dengan diaturnya anggaran pendidikan oleh undang- undang sebesar 20% maka tidak seperti departemen lain, departemen pendidikan tidak perlu lagi “meminta” anggaran dalam APBN. Hal ini berpotensi menimbulakn moral hazard bagi departemen pendidikan itu sendiri. Dikhawatirkan akan muncul rasa “bodo amat” dalam mengurusi pendidikan karena bagaimanapun dana pendidikan itu dikelola toh departemen pendidikan akan selalu mendapat anggaran 20% dari APBN. Untuk itu diperlukan peran aktif dari DPR maupum masyarakat dalam menjaga arah pendidikan Indonesia dan pengelolaannya.
Tidak hanya masalah pendidikan yang patut disoroti. Beberapa poin dalam RAPBN dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil, terlihat dari minimnya anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan desa tertinggal. Untuk membangun infrastruktur pedesaan, pemerintah hanya menganggarkan kurang dari Rp 1 triliun. Padahal jumlah desa mencapai sekitar 70 ribu, 32 ribu diantaranya masuk kategori desa tertinggal. Kesan yang timbul ialah pemerintah pusat sangat memikirkan pembangunan tanpa diimbangi oleh pemerataan pembangunan itu sendiri.
Peningkatan secara kontinus terus terjadi selama 5 tahun terakhir. Dari 2005 sampai 2009 terjadi peningkatan APBN yang besar- besaran. Namun Selama ini belum ada korelasi yang terukur antara peningkatan rupiah dalam APBN dan peningkatan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Anggaran belanja pada APBN 2005 yang sebesar 509.632,4 meningkat tajam pada 2010 menjadi sebesar 1.009.485,7 tidak diimbangi dengan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Indikator utama kemakmuran rakyat yang sering menjadi acuan adalah pengangguran dan kemiskinan. Jadi semestinya peningkatan APBN juga diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia sebesar itu pula. Namun faktanya ketika APBN meningkat hampir 100% dalam lima tahun terakhir kemiskinan di Indonesia berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin turun sebanyak 2,57 juta, dari 35,10 juta pada Maret 2005 menjadi 32,53 juta pada Maret tahun 2009. Sedangkan angka kemiskinan, turun dari 15,97 persen menjadi 14,15 persen. Selain itu bila menggunakan angka tahun 2008 dan 2009, pengangguran turun sekitar 13,6 persen, dari 9,2 persen menjadi 8,1 persen. Artinya, peningkatan belanja negara masih belum seimbang dengan penurunan angka pengangguran dan kemiskinan. Inilah tugas besar pemerintah untuk menyelesaikannya.
Pembahasan RAPBN 2010 haruslah makin fokus, sesuai tema besarnya, yakni "Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat" . Sehingga peningkatan APBN sebanding atau lebih besar dampaknya bagi peningkatan kemakmuran rakyat. Dengan demikian, dirasakan langsung makna ideologis tiap bertambahnya rupiah APBN bagi makin sejahteranya kehidupan rakyat.
RAPBN 2010 juga merupakan gambaran komitmen pemerintahan SBY-Boediono atas keberpihakannya pada rakyat kecil. Pemilu yang belum setahun, janji- janji seharum surga, kampanye- kampanye yang memabukkan hati masih terngiang jelas di hati masyarakat Indonesia. Kita sebagai rakyat Indonesia harus terus mengawal pemerintahan baru untuk tetap berpihak pada masyarakat kecil.
Contohnya pada saat presiden yang kini terpilih kembali melakukan kampanye sebelum pemilu di hari sabtu sabtu tanggal 4 Julia di Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta. Pasangan yang dulu masih menjadi calon presiden itu menjanjikan pertumbuhan ekonomi di atas tujuh persen. Lantas berkali – kali beliau mengampanyekan pendidikan gratis di Indonesia. Sekarang bagaimana caranya pendidikan gratis jika anggaran pendidikan malah diturunkan?
Pemulihan dan pembangunan ekonomi memang butuh proses. Kita tidak bisa berharap pemerintah mampu menghilangkan kemiskinan dengan sekejap karena memang masalah kemiskinan bukan masalah membalik telapak tangan. Dibutuhkan usaha keras dan koordinasi dari tiap pihak untuk mendukung kesejahteraan rakyat.


Maka dari itu, selain mengkritisi kita juga harus mengawasi pengelolaan APBN dan penyerapannya. Program yang terkoordinasi, berkelanjutan, bertujuan mensejahterakan masyarakat, apabila ditambah dengan rasa tanggung jawab bagi sang pelaksana dan pengawasan langsung dari masyarakat, tidaklah hilang harapan rakyat miskin yang mendambakan pendidikan gratis, lapangan pekerjaan yang luas, kehidupan yang layak, dan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia.
Semoga pertumbuhan dan pembangunan Indonesia terus dilakukan ke arah yang lebih baik. Semoga pejabat- pejabat pemerintah semakin sadar akan amanah yang diembannya yaitu mensejahterakan rakyat Indonesia. Semoga rakyat Indonesia semakin makmur. Semoga seluruh anak bangsa bisa menikmati kehidupan di tanah air leluhurnya ini. Hingga sang Ibu Pertiwi bisa tersenyum menyaksikan pemuda- pemudi bangsa mampu mengharumkan sangsaka merah putih dengan gagahnya. Hiduplah Indonesia Raya...

M.Averous
Departemen Kajian Strategis
BEM FEB UGM
◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Info Ekonomi Mancanegara: September 2009 Template by Bamz | Publish on Bamz Templates