Sabtu, 28 November 2009

Pemulihan Perekonomian Daerah Bencana

Yogyakarta,27 November 2009

Pemulihan Perekonomian Daerah Bencana

Bencana alam yang terjadi di Sumatera Barat beberapa waktu lalu telah meluluh-lantakkan ranah Minang. Menurut data dari BNPB per 19 Oktober 2009 terdapat 135.448 buah rumah rusak berat dan lebih dari 60.000 rumah rusak sedang. Sarana dan prasarana dasar seperti sekolah, tempat ibadah, jalan, dan jembatan banyak yang hancur. Jumlahnya mencapai lebih dari 2.000 buah.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa telah menggangu perekonomian masyarakat di Sumatra Barat . Banyak dari mereka yang tidak bisa menjalankan aktifitas perekonomian karena banyaknya sarana umum yang hancur. Pengaruh dari gempa bumi ini ternyata juga berdampak sistemik terhadap daerah lain. Arus barang dan jasa serta modal terputus karena daerah yang menjadi mata rantai sistem tersebut telah luluh-lantak. . Walaupun telah berlalu cukup lama, tapi kenyataanya masalah yang ditimbulkan gempa Sumatra itu belum terselesaikan.
Untuk mengembalikan daerah bencana seperti sedia kala memang tidak mudah. Butuh kemauan dan kerja keras serta kontribusi dari semua pihak agar tujuan recovery tersebut tercapai dengan baik. Tidak hanya pemerintah, namun masyarakat luas maupun kalangan dunia usaha juga harus turun tangan untuk menggembalikan kehidupan yang normal ditengah masyarakat pasca bencana.
Hal yang menjadi perhatian pertama adalah penanganan situasi Tanggap Darurat Bencana. Kita tidak bisa memisahkan proses penanganan darurat bencana dengan pemulihan ekonomi jangka panjang suatu daerah. Daerah bencana yang proses tanggap daruratnya di manage dengan baik oleh pemerintah, memiliki kemungkinan yang besar untuk pulih lebih cepat. Jika kita lihat, secara teknis memang sudah ada SOP yang baik dalam penanggulangan bencana ini. Pemerintah melalui beberapa instrumennya sudah menerjunkan banyak tenaga, baik itu dari TNI, POLRI, serta tenaga medis. Banyak LSM yang telah bergerak, dengan dukungan pemerintah, untuk membantu korban.Namun, keadaan sebenarnya menunjukkan bahwa proses tanggap bencana masih jauh dari ideal. Penyaluran bantuan yang rawan akan manipulasi dan penyelewengan, serta implementasi SOP dilapangan yang kurang baik membuat distribusi bantuan tidak merata dan kurang tepat sasaran. Hal inilah yang harus menjadi fokus pemerintah dalam proses recovery daerah bencana.
Hal kedua yang harus menjadi perhatian pemerintah yakni perbaikan fasilitas serta infrastruktur pendukung perekonomian seperti air,listrik, serta komunikasi dan transportasi. Pemulihan infrastruktur secara cepat adalah hal yang mutlak dilakukan agar dapat memutar kembali roda perekonomian masyarakat. Pembangunan kembali infrastruktur ini pun harus didasarkan pada kemungkinan akan berulangnya kejadian bencana. Dalam konteks bencana Sumatra, gempa akan dapat berulang pada tempat yang sama. Pembangunan kembali perumahan serta fasilitas pendukung harus didasarkan pada perhitungan yang matang. Jangan sampai pemerintah membangun kembali di tempat yang rawan dan tanpa persiapan yang baik.

Konstruksi bangunan yang tahan gempa mutlak direncanakan dan dibuat dengan baik untuk mencegah kerugian yang lebih besar. Konstruksi tahan gempa sebenarnya tidak harus mahal. sebuah penelitian yang dilakukan oleh majalah National Geographic Indonesia menyebutkan bahwa di berbagai wilayah nusantara tedapat local wisdom yang terkait dengan konstruksi bangunan tahan gempa. Rumah tradisional Nias misalnya, ternyata dibangun dengan konsep konstruksi yang tahan gempa.
Untuk pembangunan infrastruktur penunjang seperti listrik, air, dan komunikasi, sepertinya banyak yang bisa kita pelajari dari Negara lain. Jepang misalnya, yang memiliki terowongan fleksibel di bawah tanah yang berisi jaringan gas, air, listrik, dan komunikasi yang terintegrasi dan sanggup bertahan ketika gempa. Setelah gempa terjadi jaringan tersebut dapat segera berfungsi kembali dengan baik. Meskipun investasi yang diperlukan cukup besar namun hal ini merupakan investasi yang sangat baik, mengingat Indonesia merupakan daerah yang sangat rawan bencana.
Setelah proses tanggap darurat bencana telah terselesaikan, fokus selanjutnya yang harus diperhatikan adalah bagaimana membangun kembali perekonomian daerah tersebut. Dalam usaha pemulihan ekonomi daerah pasca bencana, ada ancaman besar yang dapat menggangu kelangsungan ekonomi daerah tersebut. Daerah yang tertimpa bencana tentu akan kehilangan kekuatan ekonominya sehingga kebutuhan konsumsi harus dicukupi dari luar daerah. Arus barang akan begitu deras masuk ke daerah bencana dari daerah lain. Di satu sisi hal ini memang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat, namun di sisi lain, jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka akan merubah rantai perekonomian yang sudah tertata sebelumnya.
Ketergantungan terhadap daerah lain yang semakin besar akan timbul. Daerah bencana yang sebelumnya cukup mandiri menjadi kurang mandiri. Masyarakat akan terbiasa mencukupi kebutuhannya dari daerah lain kemudian menjadi pekerja dari pelaku-pelaku ekonomi besar yang masuk pasca bencana. Dan pada akhirnya, kondisi ini akan memunculkan praktek monopoli ,atau setidaknya dominasi oleh perusahaan besar dan menghancurkan persaingan sehat di pasar yang ada sebelum terjadinya bencana.
Efek negatif lain yang mungkin muncul bila ekonomi suatu daerah terlalu banyak terbentuk oleh pelaku-pelaku ekonomi luar adalah pertumbuhan ekonomi akan berjalan lebih lambat. Hal ini terjadi karena adanya kebocoran ekonomi dari daerah tersebut. Keuntungan yang didapat perusahaan akan lari ke luar, sehingga daerah tersebut akan sulit berkembang dengan pesat. Perlu kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang berpihak pada ekonomi daerah tersebut. Pajak yang cukup tinggi bagi pelaku ekonomi luar daerah misalnya, atau sebaliknya, subsidi untuk pelaku usaha lokal daerah dapat menjadi peluang bagi pelaku ekonomi penduduk asli daerah untuk berwirausaha karena daya saing menjadi cukup kompetitif. Sayangnya pemerintah sampai sekarang belum concern dalam menangani masalah itu.
Secara umum disaster recovery plan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama recovery fisik. Proses ini meliputi pembangunan kembali sarana dan prasarana yang rusak diterjang bencana. Demikian banyak infrastruktur yang harus dibangun tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Butuh investasi besar untuk membangun infrastruktur dan menumbuhkan kembali kegiatan ekonomi masyarakat. Dan jika menyangkut tentang pengadaan sarana prasarana kita pasti akan menunjuk para penyelenggara negara untuk peduli pada hal ini, karena memang tugas dari negara adalah mensejahterakan rakyatnya, termasuk rakyat yang dilanda bencana.
Tetapi dengan melihat besarnya jumlah investasi yang diperlukan untuk membangun hal tersebut apakah Pemerintah kita punya kemampuan tentang hal itu? Melihat dana APBN dan APBD agaknya akan sangat sulit untuk merealisasikannya dalam waktu cepat. Padahal prosese ini sangat urgent, karena tanpa sarana prasarana umum, kegiatan masyarakat tidak akan bergerak dan bantuan dari para dermawan juga akan menjadi suatu hal yang sia-sia belaka. Semua pihak harus ikut membantu pemerintah untuk menyelesaikan ini semua. Termasuk pihak swasta dan pelaku usaha. Karena selain sebagai komitmen terhadap program CSR yang dimiliki oleh perusahaan, hal ini juga merupkan tanggungjawab moral para pelaku usaha kepada para saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Dana yang bergerak di sektor swasta sebenarnya lebih besar dari pada yang ada di pihak pemerintah. Hingga, seharusnya dana ini dapat di transfer dengan baik kepada masyarakat melalui bantuan mereka.Namun apakah kita harus selalu mengandalkan bantuan dan CSR?
Ada sebuah solusi lain yang lebih bijak. Sektor-sektor infrastruktur publik memang memerlukan biaya investasi yang cukup besar. Padahal kemampuan pemerintah saat ini masih diragukan untuk dapat melakukan recovery yang baik pada sektor itu.
Peran swasta cukup bisa dipertimbangkan dalam hal ini. Di sisi lain kita tidak boleh menganggap bahwa ikut campurnya swasta dalam public goods and service selalu berarti buruk dan merugikan masyarakat luas. Jika dilandasi dengan kontrol yang baik sebenarnya peran swasta dalam menyediakan pelayanan publik, pengadaan barang-barang ekonomi, dan pembangunan infrastruktur bisa menjadi solusi bagi daerah bencana. Penyediaan infrastruktur transportasi misalnya, pemerintah dapat membuka peluang investasi dari swasta untuk dapat ikut berpartisipasi. Dengan pengaturan sistem yang baik, dalam 5 tahun pertama misalnya sebagian besar keuntungan bisa dimiliki perusahaan swasta, dan setelahnya keuntungan akan stabil pada angka tertentu dan kepemilikan akan beralih ke pemerintah.hal ini akan menjadi peluang yang menjanjikan bagi pihak swasta untuk masuk dan di sisi lain kontrol pemerintah akan tetap bisa berjalan dengan baik. Hal ini cukup menggiurkan, karena pasca bencana harga-harga akan cenderung berada di tingkat yang cukup tinggi sehingga keuntungan dapat tercapai dengan cepat dan akan sangat menjanjikan.
Harus ada peraturan yang jelas tentang hal ini, yang tentu saja memperhatikan partnership terhadap pemerintah. Sektor swasta juga tidak boleh bergerak sendiri, mereka harus bersinergi dengan pemerintah dalam hal ini, agar dapat kembali menggerakan roda perekonomian daerah bencana.

Proses berikutnya adalah recovery non fisik. Hal ini mencakup keadaan sosial dan psikologis dari masyarakat pasca bencana. Keadaan psikis dari setiap anggota masyarakat harus dikembalikan pada kondisi normal, dan keadaan sosial masyarakat juga harus dikondisikan untuk semua itu. Tanpa kondisi sosial yang baik, mustahil untuk mengembalikan keadaan masyarakat seperti sedia kala.
Sebuah bencana akan menimbulkan trauma kehilangan yang cukup berat. Kehilangan menurut psikologi memiliki pengaruh yang lebih berat dan luas daripada mendapatkan suatu hal. Jika mendapatkan suatu hal bernilai +1, maka kehilangan tidak hanya bernilai -1 namun akan bernilai lebih dari itu, sehingga penyelesaiannya tidak hanya bisa dengan penambahan 1.
Terapi terhadap trauma yang diderita oleh para korban menjadi fokus dalam hal ini. Kemudian siapa yang harus menangani hal ini ? apakah kita akan menagih kepada pemerintan lagi? Tentu saja tidak. LSM dan organisasi masyarakat (Ormas) akan sangat berperan dalam hal ini. Pemerintahn hanya perlu memberikan otorisasi kepada pihak-pihak yang akan menyelenggarakan mental recovery bagi para korban bencana. Tentu bukan untuk mempersulit para relawan, namun bertujuan agar semua kegiatan tersebut dapat terorganisir dengan baik. LSM dan Ormas berbasis keagamaan diharapkan dapat melakukan penyembuhan trauma bencana kepada masyarakat dan diarahkan pada kondisi masyarakat yang baik dan stabil, sehingga dapat menjadi dasar untuk membangun kembali daerah bencana.

Langkah terakhir yang harus dilakukan adalah antisipasi. Salah satu program antisipasi dampak bencana dan dalam rangka memudahkan proses recovery, baik secara fisik maupun non fisik adalah dengan menggalakkan kesadaran pentingnya risk management di tengah masyarakat. Jika dibandingkan dengan negara lain, negara kita sangat tertinggal dalam risk management. Bentuk Risk management yang paling sederhana adalah asuransi. Asuransi adalah sebuah sistem untuk mengelola dan mengalihkan resiko ke pihak lain. Dibandingkan dengan Amerika serikat yang lebih dari 90% penduduknya aktif dalam sistem asuransi, Indonesia sangatlah jauh tertinggal. Hanya 10% penduduk Indonesia yang memiliki asuransi (sumber: NERACA (Jumat, 22 Mei 2009))
Apabila sudah ada peraturan pemerintah yang jelas dan matang tentang disaster recovery plan yang mencakup semua bidang, baik itu fisik maupun non fisik, langkah terakhir adalah pengawasan terhadap proses recovery agar tetap berjalan dengan baik dan akhirnya dapat mewujudkan pembangunan yang sustainable. Pengawasan menjadi hal yang sangat penting dimasa awal pasca bencana. Namun pengawasan juga harus dilakukan secara rutin untuk memastikan keberlanjutannya.Semua pihak harus terlibat dalam proses terakhir yang sangat penting ini. Pembangunan yang berkelanjutan tentunya bukan hanya dinikmati oleh para korban, tetapi juga oleh para stakeholder karena dengan pembangunan yang baik masyarakat dapat memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya, sehingga dapat mencipkan kemakmuran bagi masyarakat.


Departemen Kajian Strategis
Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Info Ekonomi Mancanegara: November 2009 Template by Bamz | Publish on Bamz Templates