Rabu, 11 Agustus 2010

Listrik Masa Kini

Listrik Masa Kini


Listrik akhir-akhir ini menjadi suatu hal yang menjadi perbincangan yang ramai dibicarakan oleh banyak pihak di Indonesia. Bagaimana tidak, kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik memicu berbagai reaksi dari masyarakat baik dari kalangan industri maupun dari kalangan intelektual. Kenaikan TDL pada sektor industri dan rumah tangga membuat kalangan industry kalang kabut. Bahkan di Solo, para pengusaha berencana akan memboikot kenaikan TDL. Namun menanggapi dari pengusaha, Pejabat Humas PLN APJ Surakarta Soeharmanto, SE “Monggo aja kalau memang dari pengusaha punya rencana boikot dengan tetap membayar tarif lama. Sah-sah saja, tapi yang jelas sampai saat ini kami masih menunggu petunjuk pelaksanaan (Juklak) atau hitungan riil atas kenaikan tarif itu dari pusat,”


Pada awalnya, adanya UU 15 tahun 1985 memberi PLN amanah untuk menjadi satu-satunya pemegang kuasa kelistrikan PKUK sehingga pada akhirnya muncul opini bahwaPLN monopoli listrik. Namun munculnya UU no 30 tahun 2009 menyebabkan PLN dicabut TKUK nya sehingga hanya sebagai PIUK (pemegang Ijin usaha kelistrikan), tidak menentukan kenaikan TDL maupun hal yang terkait dengannya. Setelah itu muncul wacana tentang kenaikan TDL pada akhir 2009. Namun, hal itu baru tercapai pada bulan Juli tahun ini.
Berikut skema kenaikan TDL per 1 Juli yang disepakati pemerintah dan DPR RI adalah seperti ini:

Jenis Pelangan Besar Kenaikan
Pelanggan 450 VA – 900 VA Tidak mengalami kenaikan
Pelanggan 6600 VA ke atas golongan rumah tangga, bisnis, dan pemerintah, dengan batas hemat 30% tidak naik karena tarifnya telah mencapai keekonomian.

Pelanggan Sosial 10%
Pelanggan Rumah Tangga lainnya 18%
Pelanggan Bisnis 12% - 16%
Pelanggan Industri lainnya 6% - 15%
Pelanggan Pemerintah lainnya 15% - 18%
Pelanggan Traksi (untuk keperluan KRL) 9%
Pelanggan Curah (untuk apartemen) 15%
Pelanggan Multiguna untuk pesta, layanan khusus) 20%
Sumber: http://www.detikpertama.com/data-lengkap-kenaikan-tdl-juli-2010/


Manager PLN APJ Surakarta, Drs Puguh Dwi Atmanto ST saat melaksanakan audiensi antara PLN APJ Surakarta dengan Forbes BEM se-UNS tanggal 23 Juli 2010 kemarin mengungkapkan bahwa sejak dikeluarkannya surat resmi soal kenaikan tarif listrik, sampai saat ini PLN APJ Solo belum menerima buku TDL serta angka-angka pasti mengenai kenaikan dan harga jual yang baru sehingga untuk penghitungan pembayaran listrik bulan Agustus masih belum pasti.


Sungguh, disaat negara ini dalam kondisi yang tidak menentu, jika suatu kebijakan kontroversial dikeluarkan. Maka akan banyak tantangan yang muncul dari berbagai kalangan. BEM FE UNS pun bersama ForBes BEM se-UNS sendiri sempat turun aksi sejumlah 3 kali. Yang pertama adalah saat tanggal 29 Juni 2010, dilanjutkan tanggal 2 Juli 2010, dan yang terakhir tanggal 14 Juli 2010. Beberapa kalangan yang lain pun mempertanyakan dasar kebijakan itu. Jika memang alasannya dikarenakan akibat beban yang harus ditanggung APBN untuk biaya subsidi listrik terlalu banyak, maka seharusnya ada efisiensi penggunaan APBN.


Opsi lain yang muncul adalah penggunaan gas atau yang lain sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Jika selama ini banyak pembangkit yang menggunakan solar sebagai bahan bakar, maka harus diganti menjadi gas, nuklir, ataupun yang lainnya yang lebih kecil cost-nya. Jika selama ini PLN membeli solar dengan harga industri, bagaimana mungkin harga listrik tidak naik ? Perlu diketahui bahwa harga awal listrik sebelum naik tanggal 1 Juli 2010 adalah Rp 639/ kwh. Padahal cost yang dibutuhkan untuk memproduksi listrik per kwh adalah sekitar Rp 1200. Maka pemerintah pun berencana menaikkan TDL menjadi sekitar 1000/kwh dengan dasar pengurangan beban subsidi listrik. Disini muncul suatu pertanyaan, saat sedang ada kontroversi tentang TDL, mengapa DPR RI malah tersibukkan dengan dana aspirasi untuk anggota DPR yang belum jelas pertanggungjawaban kepada siapa. Tentu saja DPR wajib bertanggungjawab apabila kebijakan dana aspirasi tersebut bisa tercapai.


Selain pembelian solar yang menggunakan harga,industri, PLN pun seakan di anak-tirikan oleh pemerintah. Betapa tidak, ada kebijakan yang memutuskan batubara yang menjadi bahan bakar pembangkit listrik kemudian diekspor keluar negeri dengan harga murah dan PLN membeli batubara dari luar negeri dengan harga yang mahal. Bukankah itu kebijakan yang mengherankan apabila pemerintah ingin tarif dasar listrik tidak naik dan memberatkan masyarakat? Jika benar pemerintah tidak ingin memberatkan rakyat seharusnya pemerintah mengubah kebijakannya mengenai harga solar yang diberikan kepada PLN, tentang prioritas penggunaan batubara agar digunakan PLN maupun pengguna dalam negeri, dan juga berbagai kebijakan strategis lainnya yang berkaitan dengan PLN dan listrik di Indonesia.


Sungguh, tak dapat dipungkiri dalam kondisi yang serba terdesak ini PLN senantiasa berusaha memberikan pelayanan yang terbaik. Walaupun masih ada hal yang perlu dibenahi kita tetap harus memberikan apresiasi kepada PLN yang setiap hari menyalurkan energi listrik kepada Indonesia, yang telah menerangi Indonesia sampai saat ini dan turut serta dalam mencerdaskan bangsa.


Deputi Kajian Strategis
BEM FE Universitas Sebelas Maret 2010 - 2011

Sabtu, 07 Agustus 2010

Dilematika Kenaikan Tarif Dasar Listrik

Listrik merupakan kebutuhan vital sebuah bangsa sebagai penunjang perekonomian. Menurut teori ekonomi kelistrikan, pasokan energi listrik merupakan hal yang signifikan dalam pemacuan aktivitas ekonomi. Indonesia sebagai sebuah negara berkembang senantiasa mengembangkan sumber daya energi listrik dari tahun ke tahun. Bentuk pengembangan ini antara lain ialah penambahan kapasitas kelistrikan, peningkatan efektivitas penghasilan listrik, serta perluasan wilayah pelayanan kelistrikan ke seluruh pelosok Indonesia (sekitar 30-35% Wilayah permukiman di Indonesia belum teraliri listrik).

PLN dibawah kementerian ESDM merupakan operator yang berperan utama melayani masalah kelistrikan di Indonesia. Sebagai badan usaha yang berbentuk Persero, PLN melaksanakan tugasnya sebagai penyedia layanan kelistrikan dengan regulasi yang ditetapkan oleh kementrian ESDM. Diketuai oleh Dahlan Iskan, PLN saat ini menyediakan listrik sebesar total hingga 83,3 TWh. Subsidi pemerintah selalu dialirkan tiap tahun sebesar 50-60 trilyun karena PLN yang selalu mengalami kerugian pada setiap produksinya.

Keputusan menteri ESDM nomor 07 tahun 2010 yang lalu memutuskan bahwa akan terjadi kenaikan TDL per tanggal 1 juli yang akan meningkatkan tarif dasar pada kapasitas diatas 900 VA untuk setiap golongan tarif dengan kisaran kenaikan antara 6%-20%. Diharapkan dengan kenaikan ini, pemerintah dapat menekan subsidi sebesar 20 trilyun sehingga dapat mengalihkannya pada sektor lain. Demikian adalah kebijakan menteri ESDM, terlepas dari pernyataan ketua PLN Dahlan Iskan yang menganggap masalah harga listrik tidak akan berpengaruh pada kinerja PLN keseluruhan.

Keputusan menaikkan tarif dasar listrik ini tidak terlepas dari kecenderungan ketergantungan PLN akan sumber bahan bakar diesel. Menurut data, biaya pokok penyediaan PLN sebesar 64.9% dari 165 trilyun adalah biaya bahan bakar diesel dalam produksi listrik. Bahan bakar diesel merupakan preferensi utama pemerintah untuk pembangkit tenaga listrik dikarenakan fleksibilitasnya dalam pengadaan listrik di dalam negeri. Dibandingkan batu bara, gas, dan lainnya, Pembangkit listrik tenaga diesel memiliki sunk cost (biaya pengadaan) yang paling rendah, namun memiliki SFC (Specific Fuel Consumption) yang paling buruk diantara lainnya. Jadi bisa dipastikan, langkah pemerintah dalam memakai bahan bakar solar sebagai sumber utama listrik dikarenakan ini merupakan langkah paling dimungkinkan untuk pemenuhan target listrik dengan cepat, walaupun harus mengorbankan biaya operasional yang sangat tinggi.

Sebenarnya terdapat alternatif pemerintah untuk mengurangi biaya produksi dengan cara mengganti dengan mengganti bahan bakar minyak dengan gas / batu bara yang tingkat SFC nya lebih tinggi. Namun nyatanya kedua bahan bakar alternatif ini tidak mudah didapatkan oleh PLN dikarenakan alokasi ekspor yang sangat tinggi dan mahalnya biaya bahan baku tersebut dalam negeri. Menurut Dahlan Iskan, keputusan pembuatan PLTU khususnya yang berkonsentrasi pada energi batu bara pun dirasa tidak dimungkinkan. Karena ternyata harga batu bara di dalam negeri sangatlah tinggi sedangkan banyak pula stok yang diekspor ke luar negeri. Sementara dalam konteks pengadaan gas, terdapat pula masalah yang sama pada keputusan pemerintah yang lebih mengedepankan ekspor gas ke negara tetangga dibandingkan memanfaatkannya di dalam negeri.

Peningkatan harga meskipun tidak berdampak langsung pada rakyat miskin (karena kenaikan hanya terbatas pada kapasitas diatas 900VA), tetapi sektor industri yang memakai listrik dalam kapasitas diatasnya tetap akan terimbas dengan pembebanan harga pada konsumen. Kenaikan harga industri berdampak pada harga-harga barang yang lain yang menggunakan faktor input dari sektor industri, sehingga menurunkan daya beli masyarakat. Secara statistik maka masyarakat yang berada dekat di atas garis kemiskinan dapat turun kesejahteraannya dan bergeser pada status miskin.

Dengan paparan diatas, maka dinilai kebijakan pemerintah menaikkan tarif dasar listrik dirasa tidak menyentuh akar permasalahan dari permasalahan kelistrikan di Indonesia. Malah dengan adanya kenaikan harga listrik, akan berimbas pada menurunnya daya beli masyarakat kecil. Untuk itu diperlukan renegosiasi ulang masalah energi bahan baku listrik nasional seperti gas dan batu bara untuk mengefektifkan produksi. Diversifikasi bahan baku pun perlu dilakukan demi penekanan biaya kelistrikan sehingga dapat membantu perekonomian masyarakat. Dalam skala mikro, kampanye penghematan listrik dapat dilakukan untuk menekan biaya listrik yang berlebih dengan signifikan.


Kajian Strategis
BEM FEB
Universitas Gadjah Mada

Minggu, 01 Agustus 2010

L Li Ka-shing Akan Mengakuisisi Jaringan Listrik Inggris

Sterling menguat terhadap euro dan dolar setelah biliuner Li Ka-shing menawarkan pembelian jaringan listrik Inggris senilai 5.8 M pounds. Cheung Kong Infrastructure dan Hongkong Electric –perusahan milik Li Ka shing-mengatakan telah memenangkan tiga jaringan listrik EDF. Berita ini mendorong sterling hingga $1.5664, sebelum akhirnya terkoreksi seiring melemahnya euro.
"Penguatan sterling dipicu oleh rencana akuisis jaringan listrik Inggris. Aliran dana akhir bulan di tengah tipisnya likuiditas juga turut membantu," ungkap Lauren Rosborough, strategis Westpac. "Performa sterling/dolar sangat cemerlang minggu ini. Ketangguhannya terlihat dari reli yang terjadi meskipun data kepercayaan konsumen Inggris turun," kata analis Lloyds. "Penguatan sterling masih akan berlanjut ". Sementara itu, jatuhnya kepercayaan konsumen Inggris ke level rendah 11 bulan dan melemahnya bursa saham Inggris turut menekan
pound.

Kecemasan Ekonomi Memacu Penguatan Yen

Yen menguat hingga menyentuh 85.95 terhadap dolar akibat bertambahnya bukti perlambatan pemulihan global. Ekonomi AS hanya tumbuh 2.4% di kwartal kedua, lebih rendah dari revisi pertumbuhan kwartal pertama 3.7%. Output perusahaan Jepang berkurang 1.5% dan tingkat pengangguran Jepang bahkan naik menjadi 5.3%, level tertinggi sejak November. Dolar juga tertekan oleh pernyataan Fed’s Bullard bahwa AS mungkin akan mengalami deflasi seperti Jepang.
“Investor sepertinya tidak ingin mengurangi portfolio aset beresikonya,” kata Simon Derrick, strategis Bank of New York Mellon Corp. “Ada kecenderungan deflasi sekarang dan ini mendorong permintaan terhadap yen.” “Dolar terkena aksi jual akibat memburuknya fundamental AS,” ungkap Toshihiko Sakai, petinggi Mitsubishi UFJ Trust & Banking Corp. “Dengan demikian, yen terapresiasi. Tidak mengherankan jika yen melanjutkan penguatannya terhadap dolar.”
Sumber: Team Analysis Monex

◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Info Ekonomi Mancanegara: Agustus 2010 Template by Bamz | Publish on Bamz Templates