Sebuah kontroversi yang akhirnya menjadi polemik diantara DPR dengan Pemerintah RI atas injeksi Rp 6,7 triliun kepada sebuah institusi keuangan cacat yang dikenal akrab bernama Bank Century. Sebelum kita melangkah lebih jauh, penulis ingin mengajak Anda (pembaca) untuk mengenal Bank Century lebih dekat.
Bank Century merupakan hasil merger dari 3 bank yaitu Bank CIC, Bank Pikko dan Bank Danpac. Sebelum Bank ini merger tahun 2004 sudah ada indikasi ketidakberesan Bank CIC yaitu adanya surat-surat berharga (SSB) valas sekitar Rp 2 triliun yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan sulit dijual. SSB valas yang berpotensi bodong sebenarnya tidak boleh dibeli bank. Keberadaan SSB valas tersebut hanya untuk menyelamatkan neraca bank, yang sejatinya sudah kolaps. Ada indikasi penipuan yang dilakukan pemegang saham.
Tahun 2005 PT. Antaboga Delta Sekuritas yang merupakan milik pengusaha kakap Robert Tantular yang sekaligus pemilik Bank Century, berhasil mengucurkan produk reksa dana bodong dengan agen penjualnya adalah Bank Century. Dana hasil penerbitan produk reksa dana dan dana nasabah Bank Century inilah yang akhirnya dibawa lari oleh tuannya, Robert Tantular dkk.
Bank Century akhirnya tercium bau busuknya ketika 13 November 2008 Bank Century mengalami gagal kliring, dan berujung pada diambil alih oleh LPS(lembaga penjamin simpanan) pada tanggal 24 November 2008. Pembengkakan hingga Rp 6,7 triliun karena untuk menutup CAR (capital adequacy ratio) agar diatas 8% dibutuhkan Rp 2,7 triliun dan menutup kebutuhan likuiditas sebesar Rp 2,2 triliun.
Pengambilalihan ini menimbulakan polemik di kubu DPR dan Pemerintah RI yang mempertanyakan dana talangan Bank Century yang meledak hingga Rp 6,7 triliun. Kontroversi ini akhirnya mencuat kepermukaan hingga melahirkan spekulasi bahwa adanya moral hazard yang dilakukan oleh pengambil kebijakan yaitu Bank Indonesia. Dimana adanya konspirasi dengan sentuhan elit politik dalam penyelamatan Bank Century untuk menyelamatkan aset-aset nasabah kakap Bank Century.
Sebelumnya ada perbedaan dan persamaan yang sangat mendasar antara kasus BLBI tahun 1997/1998 dengan kasus Bank Century yang terjadi sekarang ini. BLBI( Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) tahun 97-98, yang kala itu terjadi krisis moneter yang akhirnya menjalar kepada krisis likuiditas perbankan, akibat dari rush karena ketidakpercayaan nasabah terhadap perbankan, yaitu dengan berkembangnya isu di masyarakat mengenai beberapa bank besar yang mengalami kalah kliring dan rugi dalam transaksi valas. Kepercayaan masyarakat terhadap bank nasional mulai goyah dan terjadilah rush.
Dengan kata lain bahwa kolapsnya industri perbankan tahun 97/98 karena kesalahan manajemen perbankan dalam menggelola asset dan liabilitisnya karena tidak bisa menghindari gejolak ekonomi regional. Berbeda dengan tindakan yang dilakukan oleh Robert Tantular dkk terhadap Bank Century adalah murni tindakan kriminal, bukan karena adanya gejolak ekonomi global. Persamaan antara kasus BLBI dengan Bank Century adalah terjadi pada saat perekonomian dalam kondisi labil, sehingga potensi untuk rush begitu besar dengan tidak adanya kepastian dari pemerintah.
Maka timbullah pertanyaan lalu kenapa pemerintah harus melakukan penyelamatan hingga menggelontorkan dana sebesar Rp 6,7 triliun?
Alasan Kenapa Bank Century di bailout
1. Di pertengahan 2008 merupakan puncak dari resesi global, apabila Bank century tidak diselamatkan oleh LPS, maka besar kemungkinan yang akan terjadi adalah rush, yang memberikan efek sistemik terhadap bank lainnya akibat krisis kepercayaan terhadap perbankan menengah kecil yang diperkirakan sekitar 20 bank di Indonesia, bisa dibayangkan berapa kerugian yang akan ditanggung pemerintah jika hal itu terjadi.
2. Penutupan Bank Century akan memberikan sentimen negatif di pasar keuangan, karena akan ada pinjaman antar bank yang terganggu, apalagi pinjaman dari bank century berasal dari bank-bank berskala kecil juga.
3. Bank Century memiliki aset Rp 15,23 triliun dan kapitalisasi pasar Rp 1,42 triliun, total nasabah 65.000 dengan total DPK sebesar Rp 9,9 triliun, Penutupan Bank Century akan berdampak pada nasabah di belasan bank kecil lainnya. Tanda-tandanya sudah terlihat ketika Century stop kliring pada 13 November 2008, pelarian dana pihak ketiga ke bank-bank besar melonjak. Hal ini berbeda dengan Bank IFI yang memiliki aset per Maret 2009 hanya sebesar Rp 440 miliar atau sekitar 0,01 persen dari total aset industri perbankan. Sedangkan pinjaman anterbank yang dimilikinya tidak mencapai Rp 8 miliar dan tidak memiliki dana di Surat Utang Negara (SUN) sehingga likuidasi Bank IFI tidak akan mempengaruhi pasar SUN.
4. Pertimbangan lainnya, dari data yang saya peroleh :
Pada 21 Nov saat keputusan penyelamatan dibuat, dana nasabah Century yang dijamin pemerintah dan harus dibayarkan Lembaga Penjamin Simpanan (untuk simpanan kurang dari Rp 2 miliar) jika Century ditutup sebesar Rp 5,6 triliun. Sedangkan dana nasabah di 18 bank yang bisa kena dampak sistemik dan dijamin pemerintah Rp 15 triliun. Jadi, total dana nasabah yang harus dibayar LPS Rp 17,5 triliun.
Jadi, kalaupun century ditutup, LPS harus keluar dana Rp 5,6 triliun (versus dana penyelamatan yang semula Rp 632 miliar kemudian bengkak jadi Rp 6,8 triliun, dan yang kini sudah terpakai baru Rp 4,7 triliun). Dari jumlah Rp 5,6 triliun, yang kemudian ditarik setelah penyelamatan oleh nasabah yang dijamin yaitu Rp 3,5 triliun.
Jadi, pantaskah Bank Century diselamatkan? Pantas atau tidak pantas, sebagai seorang individu, saya mengharapkan tidak ada lagi BLBI dan Bank Century yang berikutnya. Perlunya regulasi dan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dalam hal ini agar tidak terjatuh pada lubang yang sama.
Departemen Kajian Strategis BEM FE Unpad 2009/2010
Bank Century merupakan hasil merger dari 3 bank yaitu Bank CIC, Bank Pikko dan Bank Danpac. Sebelum Bank ini merger tahun 2004 sudah ada indikasi ketidakberesan Bank CIC yaitu adanya surat-surat berharga (SSB) valas sekitar Rp 2 triliun yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan sulit dijual. SSB valas yang berpotensi bodong sebenarnya tidak boleh dibeli bank. Keberadaan SSB valas tersebut hanya untuk menyelamatkan neraca bank, yang sejatinya sudah kolaps. Ada indikasi penipuan yang dilakukan pemegang saham.
Tahun 2005 PT. Antaboga Delta Sekuritas yang merupakan milik pengusaha kakap Robert Tantular yang sekaligus pemilik Bank Century, berhasil mengucurkan produk reksa dana bodong dengan agen penjualnya adalah Bank Century. Dana hasil penerbitan produk reksa dana dan dana nasabah Bank Century inilah yang akhirnya dibawa lari oleh tuannya, Robert Tantular dkk.
Bank Century akhirnya tercium bau busuknya ketika 13 November 2008 Bank Century mengalami gagal kliring, dan berujung pada diambil alih oleh LPS(lembaga penjamin simpanan) pada tanggal 24 November 2008. Pembengkakan hingga Rp 6,7 triliun karena untuk menutup CAR (capital adequacy ratio) agar diatas 8% dibutuhkan Rp 2,7 triliun dan menutup kebutuhan likuiditas sebesar Rp 2,2 triliun.
Pengambilalihan ini menimbulakan polemik di kubu DPR dan Pemerintah RI yang mempertanyakan dana talangan Bank Century yang meledak hingga Rp 6,7 triliun. Kontroversi ini akhirnya mencuat kepermukaan hingga melahirkan spekulasi bahwa adanya moral hazard yang dilakukan oleh pengambil kebijakan yaitu Bank Indonesia. Dimana adanya konspirasi dengan sentuhan elit politik dalam penyelamatan Bank Century untuk menyelamatkan aset-aset nasabah kakap Bank Century.
Sebelumnya ada perbedaan dan persamaan yang sangat mendasar antara kasus BLBI tahun 1997/1998 dengan kasus Bank Century yang terjadi sekarang ini. BLBI( Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) tahun 97-98, yang kala itu terjadi krisis moneter yang akhirnya menjalar kepada krisis likuiditas perbankan, akibat dari rush karena ketidakpercayaan nasabah terhadap perbankan, yaitu dengan berkembangnya isu di masyarakat mengenai beberapa bank besar yang mengalami kalah kliring dan rugi dalam transaksi valas. Kepercayaan masyarakat terhadap bank nasional mulai goyah dan terjadilah rush.
Dengan kata lain bahwa kolapsnya industri perbankan tahun 97/98 karena kesalahan manajemen perbankan dalam menggelola asset dan liabilitisnya karena tidak bisa menghindari gejolak ekonomi regional. Berbeda dengan tindakan yang dilakukan oleh Robert Tantular dkk terhadap Bank Century adalah murni tindakan kriminal, bukan karena adanya gejolak ekonomi global. Persamaan antara kasus BLBI dengan Bank Century adalah terjadi pada saat perekonomian dalam kondisi labil, sehingga potensi untuk rush begitu besar dengan tidak adanya kepastian dari pemerintah.
Maka timbullah pertanyaan lalu kenapa pemerintah harus melakukan penyelamatan hingga menggelontorkan dana sebesar Rp 6,7 triliun?
Alasan Kenapa Bank Century di bailout
1. Di pertengahan 2008 merupakan puncak dari resesi global, apabila Bank century tidak diselamatkan oleh LPS, maka besar kemungkinan yang akan terjadi adalah rush, yang memberikan efek sistemik terhadap bank lainnya akibat krisis kepercayaan terhadap perbankan menengah kecil yang diperkirakan sekitar 20 bank di Indonesia, bisa dibayangkan berapa kerugian yang akan ditanggung pemerintah jika hal itu terjadi.
2. Penutupan Bank Century akan memberikan sentimen negatif di pasar keuangan, karena akan ada pinjaman antar bank yang terganggu, apalagi pinjaman dari bank century berasal dari bank-bank berskala kecil juga.
3. Bank Century memiliki aset Rp 15,23 triliun dan kapitalisasi pasar Rp 1,42 triliun, total nasabah 65.000 dengan total DPK sebesar Rp 9,9 triliun, Penutupan Bank Century akan berdampak pada nasabah di belasan bank kecil lainnya. Tanda-tandanya sudah terlihat ketika Century stop kliring pada 13 November 2008, pelarian dana pihak ketiga ke bank-bank besar melonjak. Hal ini berbeda dengan Bank IFI yang memiliki aset per Maret 2009 hanya sebesar Rp 440 miliar atau sekitar 0,01 persen dari total aset industri perbankan. Sedangkan pinjaman anterbank yang dimilikinya tidak mencapai Rp 8 miliar dan tidak memiliki dana di Surat Utang Negara (SUN) sehingga likuidasi Bank IFI tidak akan mempengaruhi pasar SUN.
4. Pertimbangan lainnya, dari data yang saya peroleh :
Pada 21 Nov saat keputusan penyelamatan dibuat, dana nasabah Century yang dijamin pemerintah dan harus dibayarkan Lembaga Penjamin Simpanan (untuk simpanan kurang dari Rp 2 miliar) jika Century ditutup sebesar Rp 5,6 triliun. Sedangkan dana nasabah di 18 bank yang bisa kena dampak sistemik dan dijamin pemerintah Rp 15 triliun. Jadi, total dana nasabah yang harus dibayar LPS Rp 17,5 triliun.
Jadi, kalaupun century ditutup, LPS harus keluar dana Rp 5,6 triliun (versus dana penyelamatan yang semula Rp 632 miliar kemudian bengkak jadi Rp 6,8 triliun, dan yang kini sudah terpakai baru Rp 4,7 triliun). Dari jumlah Rp 5,6 triliun, yang kemudian ditarik setelah penyelamatan oleh nasabah yang dijamin yaitu Rp 3,5 triliun.
Jadi, pantaskah Bank Century diselamatkan? Pantas atau tidak pantas, sebagai seorang individu, saya mengharapkan tidak ada lagi BLBI dan Bank Century yang berikutnya. Perlunya regulasi dan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dalam hal ini agar tidak terjatuh pada lubang yang sama.
Departemen Kajian Strategis BEM FE Unpad 2009/2010