Departemen Kajian Keilmuan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran
Tahun 2009 ini nampaknya akan menjadi tahun yang amat berat bagi perekonomian Indonesia. Selain kondisi politik yang mulai memanas karena akan segera dilaksanakannya pemilihan umum legislatif dan presiden, di luar sana juga sedang terjadi bencana ekonomi yang luar biasa. Resesi ekonomi yang melanda AS dan negara-negara maju lainnya terus membayangi dengan awan hitamnya pada negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Resesi ekonomi yang kini melanda AS dan negara-negara maju lainnya tidak boleh dipandang remeh. Pemerintah harus waspada dan antisipatif, karena resesi ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat dan belahan dunia lainnya, kemungkinan semakin parah sehingga bisa berdampak hebat terhadap kehidupan ekonomi di dalam negeri. Ekonomi Indonesia tahun ini dipandang akan sangat rentan oleh volatilitas eksternal, termasuk resesi ekonomi. Cepat atau lambat resesi ekonomi AS bakal berimbas ke mana-mana, termasuk ke Indonesia.
Saat ini sektor produksi di dalam negeri mulai terguncang oleh imbas situasi ekonomi global. Efek domino krisis ekonomi AS maupun Eropa sangat nyata dan berbahaya, hal ini membuat struktur ekonomi negara-negara maju yang menjadi tujuan ekspor Indonesia menjadi lemah. Ketergantungan Indonesia terhadap impor pun kian besar akibat sektor produksi di dalam negeri gagal karena mandeknya investasi. Perekonomian kita pun semakin rapuh.
Membengkaknya Angka Pengangguran
Krisis finansial global yang berujung pada krisis ekonomi di negara-negara maju, telah memberikan sebuah dampak buruk, salah satunya berupa lonjakan pengangguran yang amat tinggi. Di AS sendiri, dampak krisis mulai menyebar ke seluruh penjuru ekonomi. Pemutusan hubungan kerja masal mulai terjadi, baik di perusahaan swasta maupun pemerintah.
Lima sektor dengan angka PHK terbesar adalah sektor finansial, otomotif, organisasi nirlaba, transportasi, dan sektor ritel. Separuh lebih industri peleburan baja sudah tutup karena anjloknya permintaan. Belanja masyarakat juga terus terpuruk. Pemulihan ekonomi AS dan negara maju lain diperkirakan belum akan terjadi dalam waktu dekat. The Fed dan bank sentral negara maju lainnya telah menurunkan suku bunga antarbank ke titik terendah sejak krisis dot.com tahun 2003 hampir mendekati 0 persen, tetapi perbankan masih enggan menyalurkan kredit ke sektor riil dan masyarakat.
Bagi perekonomian global dan negara berkembang, kondisi seperti ini nampaknya menjadi sebuah badai sekaligus pesan untuk menghadapi kemungkinan resesi berkepanjangan. Sebelumnya, IMF memprediksikan akan terjadi perlambatan ekonomi global beberapa triwulan ke depan. Pemulihan ekonomi baru akan terjadi tahun 2010 dengan pertumbuhan ekonomi global menciut dari 5 persen (2007) menjadi 3,9 persen tahun 2008 dan 3 persen tahun 2009. Di AS sendiri, ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 0,1 persen tahun 2009.
Di Indonesia sendiri nampaknya angka pengangguran akan terus membengkak seiring dengan makin memburuknya kondisi ekonomi negara-negara maju sebagai negara tujuan ekspor dan masuknya serbuan barang-barang impor dari negara-negara lain.
Sektor yang diperkirakan akan mengalami PHK yang besar di Indoensia sendiri adalah sektor perkebunan dan pertambangan dan sektor manufaktur. Sektor perkebunan dan pertambangan akan terpukul oleh anjloknya harga-harga komoditas dunia seperti kelapa sawit, kokoa, kopi, timah, nikel, dan sebagainya akibat dari terus turunnya harga minyak dunia. Anjloknya harga komoditas dunia ini membengkakan biaya produksi dari barang-barang komoditas sehingga akan menggerus laba perusahaan-perusahaan dibidang perkebunan dan pertambangan. Rasionalisasi yang paling mudah diambil perusahaan adalah dengan melakukan pengurangan tenaga kerja. Perlu kita ketahui juga bahwa masyarakat Indonesia yang menjadi TKW di Malaysia banyak bekerja di sektor kelapa sawit, maka tidak heran bila arus pengangguran masyarakat Indonesia yang bekerja di luar akan semakin besar juga.
Industri manufaktur nampaknya juga akan mengalami hal yang serupa dengan industri berbasis komoditas. Banyak industri manufaktur mulai tutup karena tidak adanya permintaan. Pabrik pengolahan besi dan baja seperti Krakatau Steel amat terpukul oleh krisis ini karena permintaan besi dan baja juga anjlok. Selain itu, pabrik-pabrik alat berat juga akan mengalami pukulan yang hebat, karena selama ini mereka memasok alat-alat berat untuk perkebunan dan pertambangan yang sedang mengalami kejatuhan juga serta proyek-proyek infrastruktur yang seketika mandeg akibat krisis ini.
Hal yang perlu diwaspadai juga untuk para pekerja di industri keuangan karena dapat terjadi serbuan dari para pekerja di luar negeri yang mempunyai kualifikasi yang amat baik. Bank-bank besar seperti Citigroup, JP Morgan, dan Merril Lynch yang telah melakukan PHK besar-besaran para karyawannya, turut juga melakukan PHK terhadap karyawan-karyawan hebatnya. Inilah yang perlu kita waspadai agar mereka tidak menyerbu Indonesia sehingga masyarakat Indonesia tersingkir dari persaingan dalam mencari pekerjaan dan akan menambah daftar pengangguran rakyat Indonesia.
Stimulus Moneter dan Stimulus Fiskal
Berbagai stimulus perlu segera dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun Bank Indonesia agar perekonomian kita dapat memperbaiki dari kerapuhan ekonomi dan tetap tahan terhadap gejolak yang terjadi di luar sana.
Pertama, stimulus moneter harus segera diberikan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia sebaiknya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat membantu meningkatkan penyaluran kredit-kredit ke sektor riil. Para pengusaha berharap tingkat suku bunga BI dapat berada di bawah level 8 persen, mengingat tingkat inflasi yang kini telah dapat terkendali. Dengan kebijakan ini di harapakan perbankan dapat lebih agresif lagi dalam melakukan penyaluran kredit.
Selama ini penyaluran kredit sebagian besar jatuh ke sektor konsumtif yang menjadi sumber kerapuhan ekonomi nasional sebaiknya mulai dibatasi dan kredit tersebut disalurkan kepada sektor riil yang membutuhkan sebaagi kredit investasi atau kredit modal kerja. Selama ini sektor konsumsi kita telah dikuasai oleh asing. Bank Indonesia pun sebaiknya memberikan sedikit kelonggaran dalam aturan pemberian kredit perbankan ke sektor yang selama ini sulit atau bahkan tidak pernah terjangkau oleh kredit perbankan.
Kedua, stimulus fiskal dari pemerintah sebaiknya segera dilaksanakan. Stimulus berupa pengurangan pajak nampaknya dapat meringankan para pengusaha dalam menjalankan produksinya. Di harapakan dengan stimulus ini pengusaha dapat lebih meningkatkan produksinya lagi. Selain itu, pengusaha diharapkan juga dapat meningkatkan kesejahteraan para pegawainya, karena defisit antara pendapatan dan konsumsi para pekerja semakin membesar. Dengan meningkatkan pendapatan pekerja, maka konsumsi masyarakat dapat tetap berjalan dan pabril-pabrik pun dapat tetap berproduksi sehingga PHK dapat ditekan.
Stimulus fiskal lainnya yang paling penting adalah peningkatan kualitas infrastruktur Indonesia. Dengan proyek infrastruktur diharapkan akan banyak menyerap banyak lapangan pekerjaan, selain itu dengan membaiknya infrastruktur di negeri ini, maka para investor pun tidak akan ragu-ragu lagi dalam melakukan investasi uangnya.
Selain stimulus itu, hal lain yang perlu segera dan mendesak dipikirakan pemerintah adalah melakukan diversifikasi tujuan ekspor dan memberlakukan hambatan impor. Ini diharapakan dapat membantu para pengusaha Indonesia untuk tetap dapat bertahan.
Krisis global yang terjadi saat ini bila dibanding krisis pada tahun 1998 lalu nampaknya akan terasa dampaknya lebih berat bagi Indonesia karena bila melihat pada tahun 1998 lalu wilayah yang terkena krisis adalah hanya Asia Tenggara, sedangkan saat ini adalah hampir seluruh dunia. Pada tahun 1998 negara-negara maju tujuan ekspor Indonesia tidak terkena dampak krisis, sehingga perusahaan-perusahaan ekspor dapat tetap berproduksi, sementara saat ini kondisinya jauh lebih parah hampir seluruh negara tujuan ekspor Indonesia telah terkena dampak krisis sehingga seluruh permintaan barang-barang hasil produksi anjlok. Hal ini lah yang harus segera dipikirkan pemerintah untuk segera melakukan diversifikasi ekspor.
Anjloknya permintaan barang ekspor Indonesia akan memaksa para pengusaha memasarkannya di dalam negeri. Karena barang-barang tersebut adalah barang-barang ekspor yang kemudian dikembalikan lagi oleh importir dari negara tujuan ekspor, maka untuk menutup biaya para pengusaha akan menjual barang-barang tersebut lebih tinggi. Hal ini lah yang juga dikawatirkan karena inflasi akan semakin tinggi, syukur-syukur daya beli masyarakat tetap ada. Bila daya beli masyarakat benar-benar anjlok maka banyak perusahaan-perusahaan yang berpotensi akan berhenti berproduksi dan akan semakin menambah panjang daftar pengangguran di negeri ini.
Penutup
Perbaikan ekonomi mutlak harus segera dilakukan disegala sektor agar kita sebagai bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain. Perbaikan yang bertujuan pada pengentasan kemiskinan tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan yang berorientasi pasar dan investasi asing seperti selama ini. Kita harus menumbuhkan kekuatan sendiri dalam mengelola ekonomi kita tanpa campur tangan bangsa lain. Pemerintah juga harus terus menggerakkan sektor informal seperti usaha menengah kecil dan mikro karena banyak menyerap tenaga kerja. Usaha mikro, kecil dan menengah harus dilindungi dan diberi stimulus maupun kemudahan agar tetap mampu berkembang karena merekalah salah satu benteng kekuatan ekonomi Indonesia dalam menghadapi krisis global ini.
0 komentar:
Posting Komentar