Sekalipun berita bahwa Indonesia surplus beras sulit dipercaya (lihat posting di bawah), bagaimana menjelaskan suara-suara anti eskpor belakangan ini?
Tentu ini butuh penelitian serius. Tapi berikut adalah beberapa hipotesa yang ingin saya uji.
Catatan: perdebatan dan diskursus beras sayang sekali agak kehilangan arah. Banyak yang menyangka bahwa jika Anda setuju membuka keran impor, "harusnya" Anda tidak setuju membuka keran ekspor. Ini implikasi logis yang keliru (lihat sebuah debat di Cafe Salemba). Kebanyakan mereka yang setuju dilepaskannya keran impor juga setuju dibebaskannya ekspor, karena yang mereka tidak setujui adalah distorsi pada perdagangan (baik impor maupun ekpsor).
Tentu ini butuh penelitian serius. Tapi berikut adalah beberapa hipotesa yang ingin saya uji.
- Sekedar efek ikut-ikutan (locomotive effect): karena India, Vietnam, dan Thailand membatasi ekspor, mengapa Indonesia tidak?
- Filosofi "harus menyelamatkan diri sendiri" dari ancaman krisis pangan dunia (lihat posting di bawah). Banyak yang tidak menyadari bahwa implikasi dari filosoi ini adalah "biarkan orang lain yang kelaparan".
- Sekedar spekulasi dengan memanfaatkan informasi asimetrik: "Mudah-mudahan orang lain tidak ekspor, sehingga hanya saya yang ekspor dan menarik keuntungan besar dari harga internasional yang tinggi".
Catatan: perdebatan dan diskursus beras sayang sekali agak kehilangan arah. Banyak yang menyangka bahwa jika Anda setuju membuka keran impor, "harusnya" Anda tidak setuju membuka keran ekspor. Ini implikasi logis yang keliru (lihat sebuah debat di Cafe Salemba). Kebanyakan mereka yang setuju dilepaskannya keran impor juga setuju dibebaskannya ekspor, karena yang mereka tidak setujui adalah distorsi pada perdagangan (baik impor maupun ekpsor).
0 komentar:
Posting Komentar