Hal yang kemudian mengusik benak kita pasti adalah anggaran yang nantinya akan dipergunakan untuk proses pembangunan ini. Menurut beberapa sumber angkanya mencapai 1.16 Trilyun rupiah dengan perincian yang kurang begitu jelas. Apakah semua itu sudah termasuk biaya keamanan, biaya pengadaan furniture, pengadaan IT, dan pengadaan system kelistrikan yang tentu semua ini juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Angka yang tercantum sudah termasuk segala pengadaannya maka jumlah yang dikeluarkan menjadi cukup rasional. Pertanyaan selanjutnya tentang pembangunan gedung ini adalah prosesnya yang cenderung tertutup dan kurang diketahui public. Proses tendernya pun tidak terbuka. Bahkan desainer serta master plannya juga tidak beredar di masyarakat. Proses ini juga sudah menelan dana hampir 14 M hanya untuk biaya konsultasi. Sebagai lembaga public tentu saja Dewan harus lebih terbuka dalam masalah gedung ini. Transparansi dan akuntabilitas dari proses pembangunan gedung ini banyak ditunggu oleh masyarakat.
Polemik yang terjadi sekarang lebih didasarkan pada argument-argumen politik bukan argument substansial tentang pembangunan gedung. Hal ini terjadi karena dewan sebagai pengambil kebijakan ini tidak dapat membantah dengan data yang relevan dan hanya terkesan mencari-cari alasan demi tercapainya proyek ini. Tentu sangat tidak pas saat mendukung pembangunan pembangunan gedung ini karena alasan ruangan menteri dan direktur kementrian yang lebih besar dari anggota dewan yang sekarang. Apalagi jika alasan bahwa anggota DPD memiliki ruangan yang lebih besar dan mahal. Anggota dewan menjadi hanya terkesan iri, jaga gengsi, dan malas dalam bekerja. Mereka ingin memiliki fasilitas nomor satu tetapi kulitas SDMnya bahkan jauh dari kata baik. Ketua DPR yang diharapkan bisa menjawab semua rasa penasaran masyarakat tentang hal ini malah tak kalah mengecewakannya dengan yang lain. JIka hal ini memang wewenang kesekjenan apa salahnya untuk meminta data tentang pembangunan gedung ini secara merinci dan menyeluruh kepada kesekjenan kemudian merilisnya ke masyarakat. Dengan angka dan pertimbangan yang jelas tentu masyarakat dapat menginterpertasikan sendiri apakah pembangunan gedung menjadi wajar dilakukan. Dengan adanya transparansi dan akuntabilitas tentang pembangunan gedung ini selain menjawab semua pertanyaan miring masyarakat juga akan memperbaiki citra dewan yang sudah sangat buruk. Jika Dewan sebagai lembaga tinggi Negara telah terbukti melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik karena ada akuntabilitas dan transparansi dalam setiap kegiatannya maka hal ini bisa menjadi contoh bagi lembaga Negara lain. Dewan harus mulai memberi contoh terlebih dahulu dalam menjalankan kegiatannya, jika untuk mengawasi diri sendiri saja susah bagaimana bisa Dewan mendapat kepercayaan sebagai lembaga pengawas dan legislasi?
Perbaikan system
Untuk menghindari hal yang sama terulang kembali maka agaknya dewan harus cepat memperbaiki system internal kedewanan. System yang ada dalam internal kedewanan harus berjalan efektif dan efisien sehingga menghindari isu-isu diluar tugas kedewanan seperti sekarang yang menjadi kontra produktif dengan tugas dari dewan sebagai lembaga legislasi. Perbaikan yang harus dilakukan antara lain adalah :
Sistem anggaran
Sistem dan mekanisme anggaran harus mengacu pada prinsip transparansi dan akuntabilitas untuk menghindari adanya korupsi dan penyelewengan dana. Maka dari itu hal ini harus di pisahkan dari wewenang anggota dewan. Kesekjenan dewan yang mengurusi hal ini harus bebas dari kepentingan dari para anggota dewan. Dengan kata lain mereka tidak masuk dalam proses politik dewan tetapi menjadi professional yang memang dipekerjakan untuk mengurusi anggaran kedewanan. Anggota dewan hanya berkonsentrasi dengan tugas kedewanan yaitu legislasi dan pengawasan. Walaupun pada akhirnya akan diawasi oleh dewan tetapi jangan sampai hal ini diawasi secara langsung oleh dewan karena akan berpotensi untuk adanya korupsi dan abuse of power.
Sistem control internal
Hal yang tak kalah pentingnya adalah pengawasan internal untuk para anggota dewan. Sistem ini mencakup control terhadap angota dewan sendiri, staff, tenaga ahli, dan tenaga penunjang lain. Mulai dari absensi hingga remunerasi harus dikendalikan dan diterapkan dengan baik. Anggota dewan tidak boleh seenaknya dalam menjalankan tugas ada SOP dan job desk yang harus ditaati dan juga tentunya sanksi yang tegas. Staff dan tenaga ahli yang digunakan harus mengacu pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
Untuk mencapai hal ini maka diperlukan kesekjenan dengan sistem yang baik. Selain independen sekjen juga harus memiliki wewenang yang cukup kuat. Anggota dewan harus dibatasi wewenangnya hanya pada tugas kedewanan seperti legislasi, pengawasan, dan budgeting APBN. Hal-hal diluar itu harus diserahkan wewenangnya kepada lembaga lain. Selain untuk menghindari adanya penyalahgunaan wewenang hal ini juga diperlukan untuk menguatkan kelembagaan dari setiap lembaga Negara. Jangan sampai ada lembaga Negara yang menjadi lemah wewenang dan tugasnya karena ada lembaga dewan yang memiliki wewenang sangat besar.
MPR/DPR merupakan lembaga tinggi Negara yang harusnya bisa menjadi kebanggaan dari segenap masyarakat Indonesia karena kepada mereka lah kita mewakilkan kepentingan kita sebagai rakyat. Tetapi menjadi ironi saat para pihak yang seharusnya mewakili dan melindungi kepentingan kita malah sibuk dengan kepentingan mereka sendiri. Dan kemudian semua kembali kepada nurani, norma dan etika, kembali kepada bagaimana bersikap dan menyikapi.
Haris Darmawan
Kepala Departemen Kajian Strategis
BEM FEB UGM
0 komentar:
Posting Komentar