Ingat lagu Koes Plus "Kolam Susu" atau lagu "Rayuan Pulau Kelapa"? Semuanya bercerita betapa kaya, gemah ripah loh jinawi nya tanah air kita. Indonesia adalah negeri kaya, karena itu seharusnya rakyatnya makmur. Sejak kecil kita diajarkan logika "kasat mata" itu . Ironisnya yang terjadi: negeri kaya, tapi rakyat sengsara.
Sedihnya, pola negeri kaya rakyat sengsara, adalah pola yang kerap terjadi. Indonesia bukan kekecualian. Studi yang dilakukan oleh Carneiro (2007) atau Sachs dan Warner (1995) --seperti yang terlihat dalam grafik diatas-- menunjukkan bahwa secara statistik negeri yang kaya sumber daya alam cenderung miskin atau lambat pertumbuhan pendapatan per kapita nya. Semakin tinggi pangsa sumber daya alam dalam total ekspor (axis horizontal) semakin rendah pertumbuhan pendapatan per kapita (axis vertikal). Tentu ada beberapa pengecualian disini, seperti negara Botswana, Canada, Australia dan Norway yang tampaknya selamat dari problema resources curse ini.
Ada beberapa penyebab paradox of plenty atau resources curse ini termasuk diantaranya adalah Dutch Disease (dimana boom dari ekspor sumber daya alam mengakibatkan apresiasi riil dan membuat produk tradable non sumber daya alam menjadi tidak mampu bersaing), penerimaan ekspor yang berfluktuasi dan juga aktifitas buru rente. Sumber daya alam yang besar memberikan rente ekonomi yang besar, sehingga ada insentif kuat untuk aktifitas buru rente (Krueger , 1974). Implikasinya: ketimbang menggunakan sumber daya untuk produksi, lebih baik digunakan untuk aktifitas suap, lobby untuk mendapatkan rente. Akibatnya kapasitas produksi berkurang dan pertumbuhan pendapatan per kapita menjadi relatif lambat.
Jadi bait:
Tanah airku aman dan makmuratau
Pulau Kelapa nan amat subur
Orang bilang tanah kita tanah surgaSama sekali bukan jaminan bahwa rakyat akan makmur. Di banyak kasus, negeri yang tak punya sumber daya justru bisa lebih makmur.
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
0 komentar:
Posting Komentar