Masih asing di telinga kita bila mendengar kata OJK atau yang disebut Otoritas Jasa Keuangan. Hal tersebut wajar karena memang Lembaga Pengawasan ini di sahkan pada 22 November 2011 namun baru diumumkan bersamaan dengan pengangkatan ketua dan anggota pada 19 Juni 2012.
OJK mengalami perjalanan yang sangat panjang dalam proses pembentukannya. Ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan perbankan telah dimunculkan semenjak diundangkannya UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Dengan melihat ketentuan tersebut, maka telah jelas tentang pembentukkan lembaga pengawasan sector jasa keuangan independen harus dibentuk. Dan bahkan pada ketentuan selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukkan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambatnya 31 Desember 2002. Dan hal tersebutlah, yang dijadikan landasan dasar bagi pembentukkan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan.
Akan tetapi dalam prosesnya, sampai dengan tahun 2010. Perintah untuk pembentukkan lembaga pengawasan ini, yang kemudian dikenal dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masih belum terealisasi. Kondisi tersebut menyebabkan dalam kurun waktu hampir satu decade, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidah dapat menjadi pengawas perkembangan perbankan yang belakangan ada banyak fenomena-fenomena negative. Seperti Kasus Bank Century yang melakukan penyimpangan tanpa ada ketakutan bertindak dan dikarenakan memang tidak ada lembaga tertentu yang menjadi pengawas. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini bisa menjadi penting, apabila dalam perkembangan praktek perbankan dan pengawasan perlu dilakukan dengan cara yang tepat dan sesuai dengan kepentingan.
Menyangkut urusan dana yang dikelola OJK terbilang besar, yakni mencapai Rp.7.000 triliun. Itu terdiri dari omzet perbankan sekitar Rp 3.000 triliun, omzet pasar modal Rp.3.000 triliun, dan asuransi dan lainnya Rp 1.000 triliun. Dana itu sangat besar ketimbang dana fiskal yang hanya mencapai Rp 1.500 triliun. Dengan dana yang mencapai Rp.7.000 triliun, beban yang ditanggung OJK sangat besar. Betapa beratnya beban OJK ini dan juga bukan hanya beban strategisnya lembaga ini, tetapi ini menyangkut kepercayaan masyarakat bagi sektor finansial.
Diperlukan adanya sosialisai kepada masyarakat Indonesia tentang keberadaan OJK ini nantinya sekaligus untuk memberitahukan tentang tujuan dan fungsi OJK. Dengan keberadaan OJK sekarang ini dapat dimaksudkan untuk menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan yang selama ini cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah. Akan tetapi meskipun OJK memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan dalam satu tubuh, fungsinya tidak akan tumpang tindih, sebab OJK secara organisatoris akan terdiri atas tujuh dewan komisioner. Ketua Dewan Komisioner akan membawahkan tiga anggota dewan komisioner yang masing-masing mewakili perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan nonbank (LKNB). Kewenangan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia akan dikurangi, namun Bank Indonesia masih mendampingi pengawasan. Kalau selama ini mikro dan makro prudensialnya di Bank Indonesia, nanti OJK akan fokus menangani mikro prudensialnya.
Monika Widya
Kajian Strategis BEM FE UNS
0 komentar:
Posting Komentar