Rabu, 14 Oktober 2009

CENTURY BANK VS FINANCIAL POLITIC

Bank Century diketahui publik bermasalah pada tahun 2008. Kini kasus Bank Century teleh mencuat ke permukaan dan menjadi isu familier bagi masyarakat. Namun, belakangan diketahui, bahwa kasus Bank Century tidak hanya menyangkut kasus financial perbankan belaka. Lebih dari itu, kasus ini diduga juga terkait dengan sejumlah masalah dan kepentingan politik tertentu.

Pertama-tama diketahui bermasalah karena surat berharga yang fiktif dan berkualitas rendah ketahuan akibat pengaduan dari nasabah tahun 2004. Kemampuan managerialnya dari awal juga sudah bobrok, banyaknya saham yang dibawa lari ke luar negeri oleh para pemegang saham yang ingin segera mendapatkan keuntungan dari permainan saham di luar negri yang mereka fikir bisa memberikan keuntungan luar biasa. Reksadana PT. Antaboga fiktif yang dijual secara illegal tanpa sepengetahuan BI juga telah lama dilakukan oleh Bank Century. Kenapa dikatakan fiktif? Karena sejak tahun 2000 Bank Century menjual reksadana tsb tanpa dapat izin dari BI. Tapi anehnya BI hanya memberikan teguran saja tanpa mengambil tindakan tegas pada Bank Century. Keadaan diperparah dengan dibawa kaburnya modal internal Bank Century oleh pemiliknya.

Bisa dikatakan, dampak politiknya juga besar dan ini berpotensi menimbulkan eskalasi yang lebih parah seiring perkembangan penyelesaian kasus itu sendiri. Kasus kejatuhan likuiditas Bank Century sebenarnya merupakan akumulasi dari kebobrokan pengeloalaan internal bank tersebut, juga factor minimnya pengawasan dari lembaga-lembaga keuangan terkait seperti BI, Bapepam, maupun BPK. Bank yang banyak terlibat dalam aktivitas transaksi valas ini sudah beberapa kali mencatatkan prestasi buruk dengan mencatat kerugian akibat dikeluarkannya surat berharga berkualitas rendah, baik dalam bentuk valas maupun rupiah.

Menurut Kandidat Doktor Bidang Perbankan dan Dekan Fakultas Hukum USAID, Laksanto Utomo, faktor utama kasus ini terjadi karena tidak berjalannya standar operasional prosedur (SOP) pada Bank Century. Dan pernyataan ini menambah deretan panjang penyebab runtuhnya Bank Century.

Bailout bank century dilakukan pemerintah dengan mengucurkan dana 6,7 trilyun melalui LPS (lembaga penjamin simpanan). Padahal prosedur awalnya Bank Century hanya akan diberi bantuan sebesar Rp1,3 triliun saja. Lulu apa sebenarnya motif dibalik PERTOLONGAN tsb? Menanggapi indikasi ini Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menjelaskan bahwa pihaknya memberikan bantuan dengan melalui prosedur yang ada. Tapi benarkah seperti itu? Pernyataan tsb tidak bisa menjawab semua polemik yang mencuat akibat membengkaknya dana tsb.


Penyimpangan Fungsi BI dalam pengontrolan bank:

Peran BI menjadi titik central dari sebuah perusahaan keuangan di bidang perbankan. Karena otoritas BI menjadikan sebuah perbankan dapat sehat ataukah gagal secara sistemik. Lantaran peran dan fungsi BI tidak sekedar menunggu bersifat pasif tetapi juga harus proaktif. Kemudian BI dituntut untk dapat mengetahui tentang kesehatan perbankan yang dapat ditentukan dari pertama, persoalan permodalan, yang menyangkut modal adalah menjadi bagian yng terpenting untuk mengetahui lebih jauh tentang seberapa besar modal yang dimiliki oleh lembaga keuangan tersebut, tentu, ini untuk lebih melindungi nasabah. Kedua, kualitas asset dan kualitas manajemen, dalam konteks inilah peranan asset menjadi tolak ukur untuk salah satunya bisa menjamin kelangsungan usaha perbankan, termasuk juga yang menyangkut manajemen yang dikelola secara professional serta memperhatikan nilai-nilai fundamental perbankan tidak boleh diabaikan. Ketiga, rentabilitas, yaitu untuk lebih mengetahui tentang seberapa besar tingkat rentannya sebuah bank dalam menjalankan operasionalnya, karena hanya ukuran secarik buku tabungan nasabah bank dapat percaya, kadang tidak jarAng belum mengerti seberapa besar rentabilitas sebuah bank. Mengingat bank bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank, yang artinya bank bekerja atas dasar kepercayaan. Maka setiap bank perlu menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat. Dan yang terakhir adalah likuitas dan solvabilitas.

Terhadap perana BI yang begitu besar mestinya tidak akan terjadi persoalan skandal di BC bilamana BI hanya menjalankan fungsi dan perannya, karena itulah perlunya pemikiran gugatan atas peran BI guna ikut serta keberlangsungan kemajuan ekonomi perbankan di Indonesia.

Peranan BI sebagai lembaga yang melakukan pembinaan dan pengawasan adalah sangat dominan. Secara normative dalam rumusan UU perbankan No. 7 tahun 1992 dan UU No.10 tahun 1998, dalam pasal 29 disebutkan “ Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Termasuk juga Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan bank.

Bank Indonesia (BI) mengaku tidak tahu pembekaan bail out (dana penyelamatan) kepada Bank Century. Karena setelah BI selesai memeriksanya langsung menyerahkannya ke kantor akuntan publik setempat. Menurut Budi Rochadi, Deputi Gubernur BI, setelah bail out diperiksan oleh akuntan publik tersebut, ternyata dana bail out langsung membengkak. BI yang percaya dengan akuntan publik itu kemudian menyerahkannya ke Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). KSSK sendiri beranggotakan Menteri Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Hasilnya, langsung disepakati pengucuran dana bail out ke Bank Century melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sekitar Rp. 6,7 triliun," kata Budi di Gedung BI Jakarta, Jumat (4/9).
Dara hal ini BI diindikasi kurang dalam mengontrol kinerja bank umum, atau dengan kata lain BI lalai dalam menjalankan tugasnya.

Berikut kronologis skandal BC (BCIC) yang mencuat ke publik:
a.) 13 november 2008, Bank Century mengalami gagal kliring. Saham BCIC disuspen oleh otoritas bursa.
b.) 14 november 2008, BCIC sudah bisa mengikuti kliring lagi.
c.) 24 november 2008, BCIC ditakeover oleh pemerintah melaluiLPS.

Sebelumnya Bank Century diselamatkan karena di khawatirkan dapat mengakibatkan 23 bank ikut terkena dampak sistemik, sehingga bank itu mendapat kucuran dana oleh BI dan pemerintah sebesar Rp 6,7 triliun melalui LPS. Padahal saat itu (Desember 2008) belum ada kesepakatan DPR dengan pemerintah soal bank gagal berpotensi sistemik, namun BI mendahului keputusan dengan memakai Perppu itu. Sementara itu, anggota komisi XI DPR Natsir Mansyur mengatakan, pemerintah mengucurkan dana Rp 632 M pada 20 nov 2008 untuk menutupi kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen, lalu pada 23 nov sebesar Rp 2,77 triliun untuk menambah modal sehingga CAR bisa 10 persen. Kemudian, pada 5 Desember Rp 2,2 triliun untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank. Bahkan setelah Perppu tsb ditolak pun, pemerintah masih saja mengucurkan dana untuk menutup kebutuhan CAR bank itu berdasarkan hasil assessment atau pengkajian BI yakni pada 3 Februari 2009 Rp. 1,15 triliun dan pada 21 Juli Rp. 630 miliar. Hasil audit kantor kuntan publik pada November 2008, total asset Bank Century hanya Rp. 6,9 triliun namun total kewajibannya Rp. 13,7 triliun.
Kesigapan tidak hanya bertumpu pada lembaga penegak hukum baik polisi jaksa dan lembaga peradilan, akan tetapi KPK langsung sigap yaitu melakukan penyidikan, untuk itu KPK harus melakukan kerja sama dengan Aparat Kepolisian Republik Indonesia, karena kasus ini sudah terlebih dulu ditangani oleh pihak kepolisian, (Duta Masyarakat,Selasa, 1/9/2009), bahkan tidak kalah pentingnya pihak BPK harus kerja keras melakukan audit terhadap kasus Bank Century. Hal ini lantaran komisi IX DPR sejak awal mempersoalkan suntikan dana LPS.

Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati menegaskan, seluruh keputusan penyelamatan Bank Century pada 21 November 2008 merupakan kebijakan yang sah karena didukung dua produk hukum sekaligus. Dasar pengambilan keputusan pun berasal dari hasil penilaian Bank Indonesia. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan dan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, 27 Agustus 2009, Menkeu memaparkan tiga alasan yang mendasari keputusan penyelamatan Bank Century. Alasan itu juga digunakan sebagai dasar pemerintah tidak menutup Bank Century. Pertama, terjadi penurunan kepercayaan nasabah. Penutupan Bank Century yang memiliki 65.000 nasabah dikhawatirkan akan memicu kepanikan masyarakat. Kedua, BI menyatakan penutupan Bank Century akan berdampak terhadap pasar keuangan karena keadaan perekonomian sedang labil. Ketiga, BI juga menyatakan penutupan Bank Century bisa mengancam sistem pembayaran. Namun dari pihak DPR RI sendiri menegaskan bahwa mereka tidak pernah mengesahkan UU tersebut yang memang sebelumnya pernah diajukan oleh LPS kepada DPR RI.

Menurut tokoh ekonomi syariah sekaligus pengamat ekonomi dari INDEF, Imam Sugema, sikap BI perlu dicurigai. BI tidak mau menutup ataupun melikuidasi Bank Century yang telah koleps. BI tetap bersikeras mempertahankan Bank Century bahkan melakukan bailout pada Bank Century. Menurut deputi gubernur BI, Budi Rochadi, ada alas an sistemik yang membuat BI melakukan bailout. BI tidak ingin kasus Bank Century menjadi citra buruk bagi dunia perbankan Indonesia. BI tdk mau terjadi rush perbankan seperti tahun 1998. Namun menurut Imam Sugema, kasus Bank Century yang sedang dihadapi sekarang ini mempunyai konteks yang berbeda dengan kasus 1998 dimana banyak bank yag mengalami resisi.

Dapat kami simpulkan bahwa kinerja BI sebagai pengwas perbankan nasional untuk mengontrol dengan baik bank-bank yang ada di Indonesia. Agar kasus-kasus seperti BLBI dan Bank Century tidak terulang lagi. dan ada hal yang patut dipertanyakan terhadap kinerja dan system managerial internal BI, mengapa mereka bisa ‘kecolongan ‘ dua kali? Apakah ada ‘main-main’?

Kamis, 01 Oktober 2009

Ada Apa Sebenarnya dengan Century?

Heboh Century
Beberapa bulan yang lalu, berita di media cetak maupun elektronik dibanjiri dengan kasus Bank Century. Isu politis dan konspirasi yang ikut mewarnai kasus tersebut menjadi sasaran empuk publikasi media. Namun jarang yang membahas mengenai kasus tersebut dari sudut pandang ekonomi. Sebenarnya apa yang terjadi pada kasus Bank Century hingga akhirnya turun bailout sebesar Rp6,76 triliun? Apa yang menjadi latar belakang munculnya kasus Bank Century ini? Bagaimana prosesnya hingga bailout yang pada awalnya hanyaRp632 milyar membengkak menjadi Rp6,76 triliun? Sudah sesuai prosedurkah penurunan dana bailout ini? Apakah ada moral hazard yang terjadi pada Bank Century?

Potensi kerugian
Sebelumnya ada beberapa hal yang harus diluruskan mengenai dana Rp6,76 triliun ini. Banyak orang yang mengatakan bahwa ini adalah kerugian Negara. Perlu diperjelas bahwa dana Rp6,76 triliun ini adalah bukan dana APBN namun adalah dana dari LPS, lalu dari manakah dana LPS ini? LPS adalah Lembaga Penjamin Simpanan yang didirikan oleh negara, Aset LPS per 2007 tercatat sebesar Rp 10,29 triliun, modal Rp 8,6 triliun. Pengumpulan premi sejak berdiri mencapai Rp 13,9 triliun dan kekayaan LPS per 31 Juli 2009 sebesar Rp18 triliun. Secara mudahnya LPS adalah lembaga asuransi bank-bank yang ada di Indonesia, dimana setiap bank wajib menyetor sejumlah premi asuransi kepada LPS(peraturan diatur oleh BI) dan LPS akan memberikan bantuan dana kepada bank yang mengalami masalah sesuai peraturan yang berlaku(Perpu PJSK,LPS,dsb).
Menurut kasus yang terjadi, ternyata jenis bantuan ini dibedakan menjadi dua, yaitu dana bailout dan dana penjaminan simpanan. Dana bailout adalah dana yang digunakan untuk kembali menyehatkan bank tersebut dengan cara salah satunya yaitu mengembalikan rasio kecukupan modal(CAR) ke titik aman dengan jalan memberikan suntikan dana segar berupa pembelian saham bank tersebut. CAR dipakai sebagai tolak ukur kemampuan bank dalam menyediakan uang cash kepada nasabah yang ingin menarik uangnya dimana erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Sedangkan dana penjaminan simpanan adalah dana nasabah yang dijamin oleh LPS ketika bank tersebut mengalami kolaps yaitu sebesar 100jt/nasabah(tahun 2008,kini dijamin sebesar 2milyar/nasabah).

Setelah mendapat dana bantuan tersebut, berdasarkan UU LPS, LPS akan menjual (divestasi) seluruh saham Bank Century paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing satu tahun. Seluruh hasil penjualan saham bank nantinya akan menjadi hak LPS, mengingat ekuitas Bank Century pada saat diserahkan kepada LPS (21 November 2008) negatif Rp6,778 triliun. Dengan ekuitas yang sekarang mencapai Rp 500 miliar, saat dijual tiga tahun lagi diperkirakan hanya menjadi Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun (berdasarkan Dradjad H Wibowo). Menurut perkiraaan tersebut LPS akan berpotensi menanggung kerugian sebesar Rp4,7triliun lebih.
Dalam kasus ini kerugian memang tidak dialami oleh negara secara langsung(dalam hal ini APBN) karena potensi kerugian hanya dialami oleh LPS. Namun mengingat LPS adalah lembaga yang didirikan oleh negara dan sebagian besar uangnya adalah merupakan premi dari tiap bank yang tentu saja bank menghimpun dananya dari nasabah yang notabene masyarakat. Hal ini secara indirect berpotensi merugikan masyarakat dan negara.



Latar belakang terjadinya kasus Bank Century
Pada awalnya kasus ini terjadi hanya karena kesalahan teknis manajemen Bank Century, yaitu akibat kalah kliring. Kalah kliring adalah semacam keterlambatan atau kegagalan dalam menyetorkan dana tepat waktu. Hal ini sebenarnya biasa terjadi pada bank terutama ketika tuntutan akan likuiditas atau cash dari nasabah sangat besar atau ketika terjadi kesalahan teknis atau network perbankan. Kalah kliring ini akan menyebabkan nasabah akan kesulitan mencairkan uangnya pada waktu tersebut. Pada kasus Bank Century ini menjadi masalah karena hal ini terjadi pada timing yang tidak tepat dan terekspos ke publik. Timing tidak tepat karena hal ini terjadi ketika keadaan perekonomian dunia terguncang akibat runtuhnya raksasa finansial dunia Lehman Brothers beberapa waktu sebelumnya. Kalah kliring yang menimbulkan antrian panjang nasabah yang kesulitan mencairkan uangnya ini juga terblow-up ke publik hingga menimbulkan negative signalment bahwa kondisi bahwa kondisi Bank Century sedang tidak sehat dan diasosiasikan sebagai rangkaian krisis global yang akhirnya berpengaruh ke perbankan Indonesia. Perlu diketahui bahwa seharusnya kalah kliring hanya diketahui oleh BI dan bank yang bersangkutan. Dari sinilah akhirnya muncul rush atau penarikan dana besar-besaran oleh nasabah hingga menyebabkan CAR(Capital Adequacy Ratio) Bank Century turun drastis hingga minus 3,52%. Perlu diketahui bahwa standar aman CAR dari BI adalah 8% sehingga kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan.
Sebenarnya ketika terjadi kesulitan likuiditias suatu bank memiliki tahapan tertentu dalam mengatasinya yaitu yang pertama ialah bank tersebut dapat menjual aset-aset lancarnya, jika masih belum cukup bank tersebut dapat meminjam uang ke bank lain, baru bila hal ini tidak bisa atau tidak memadai maka bank dapat meminta bantuan ke LPS. Hal dapat mengisyaratkan bahwa bila Bank Century akhirnya perlu meminta bantuan ke LPS artinya bank lain juga tidak dapat mememenuhi permintaan tersebut yang mengindikasikan bahwa bank lain juga dalam kondisi CAR yang tidak terlalu baik. Sebenarnya ini juga bisa terjadi karena bank-bank tersebut sedang menjalankan motif berjaga-jaga mengingat kondisi krisis global yang tidak menentu, namun indikasi pertama tadi jelas akan memperburuk keadaan karena akan berdampak menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan di Indonesia

Perlukah di-bailout?
Banyak pihak yang menilai bahwa sebenarnya Bank Century tidak pantas mendapat bailout. Beberapa alasan tersebut didasari oleh fakta bahwa Bank Century adalah bank menengah kebawah yang tidak akan menimbulkan resiko sistemik bila terjadi kebangkrutan. Pada waktu itu, total aset bank tersebut adalah sekitar Rp 15 triliun, tak lebih dari 0,75 persen dari total aset perbankan. Jumlah nasabah yang 65 ribu orang itu hanya sekitar 0,1 persen dari total nasabah perbankan dan hanya memilki sekitar 65 cabang. Yang kedua adalah karena kewajiban antar banknya hanya sekitar Rp750 milyar sehingga bila bank ini bangkrut tidak akan terlalu mempengaruhi bank lain secara langsung. Alasan ketiga adalah karena pada dasarnya bank ini bukanlah bank yang sehat(akan dibahas setelah ini).
Beberapa pakar menyebutkan bahwa Bank Century di-bailout karena terkait masalah politis namun kita tidak akan membahas mengenai hal itu. Persoalan yang lebih jelas adalah resiko sistemik yang terkandung dalam kasus Bank Century ini. Resiko sistemik adalah resiko terjadinya multiplier-effect dari ditutupnya sebuah bank terhadap hancurnya bank-bank lain. Darmin Nasution mengatakan, Bank Century diselamatkan karena jika dibiarkan mati, dikhawatirkan menyebabkan 23 bank lainnya juga bermasalah akibat di-rush nasabahnya. Ke-23 bank tersebut merupakan bank-bank yang selevel dan memiliki hubungan bisnis dengan Bank Century. Di tengah krisis keuangan, kebangkrutan sebuah bank bisa merembet cepat ke bank lain yang selevel. Hal ini bisa kita analisis bahwa akan timbul sistemik risk secara direct dan indirect. Resiko secara langsung terjadi karena Bank Century memiliki hubungan bisnis dengan bank lain sehingga bila bank ini bankrut tentu akan mempengaruhi bank lain dan berpotensi terjadi kebangkrutan berantaui Resiko secara tidak langsung terjadi karena bila suatu bank bangkrut maka akan berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Hilangnya kepercayaan ini akan beresiko menimbulkan rush terhadap banyak bank yang walaupun tidak memiliki hubungan langsung dengan Century akan ikut terkena dampaknya karena memiliki level bank yang hampir sama. Hal ini juga diperparah karena cadangan uang LPS hanya sekitar Rp18 triliun sedangkan kewajiban penjaminan pada masa itu sekitar 500-600 triliun rupiah sehingga tentu saja kepercayaan nasabah akan penjaminan LPS akan dipertanyakan. Masih belum cukup parah, kondisi perekonomian dunia yang sedang terguncang oleh krisis dan banyaknya uang yang ter-repatriasi kembali ke Amerika Serikat akan cukup menjadikan jajaran pengambil kebijakan ekonomi Indonesia merinding ketakutan bila ternyata resiko sistemik ini benar-benar terjadi.
Dari dua analisis data diatas dapat kita ambil bahwa keputusan bailout Century berada pada posisi diantara fakta yang kurang mendukung adanya bailout dan resiko sistemik yang sangat besar jika tidak adanya bailout. Namun sampai pada titik ini, kami mendukung adanya bailout karena,
Pertama, alasan sistemik diatas, pada kondisi biasa mungkin memang hanya bank dengan criteria 10 terbesar saja yang dapat menimbulkan resiko sistemik, namun pada kondisi ekonomi global seperti saat itu pendapat ini perlu dikaji ulang.
Kedua, walaupun memiliki size yang menengah kebawah, kasus Bank Century ini mendapat porsi yang sangat besar dalam pemberitaan media. Perlu diingat bahwa pengaruh media di Indonesia sangatlah besar dalam menentukan suatu pilihan keputusan masyarakat umum.
Ketiga, tipikal masyarakat Indonesia adalah tipe masyarakat yang latah terhadap suatu fenomena. Rush terhadap satu bank akan memicu rush-rush di bank lain. Selain itu rata-rata masyarakat Indonesia masih cukup awam mengenai permasalahan keuangan seperti ini. Walaupun kami yakin bahwa nasabah yang memiliki pengetahuan memadai tidak akan melakukan rush namun nasabah lain belum tentu demikian.

Menurut kami, bailout untuk Century adalah harga mati dikarenakan alasan di atas namun perkara lain bila kita melihat fakta dan data berikut:

Bank yang tidak sehat
Banyak pihak yang mengatakan bahwa musibah ini terjadi karena pada awalnya bank Century merupakan bank yang tidak sehat. Beberapa indikasi ketidaksehatan bank Century dapat kita lihat pada sejarah laporan keuangan bank tersebut.
Pada tahun 2003 dan 2004, bank century menduduki posisi NPL(Non Performing Loan) terburuk yaitu 19,77%(2003) dan 13,37%(2004) ,meskipun pada tahun-tahun berikutnya NPL Century membaik. Pada tahun 2004, Bank Century membukukan tingkat CAR terendah diantara bank-bank lain yaitu 9,44.Pada tahun 2005, CAR century justru menurun hingga 8,08%, pada tahun 2006 mengalami peningkatan hingga 11,38% namun tetap merupakan CAR terendah diantara bank-bank lain. Pada tahun 2005,2006,dan 2007, Bank Century juga membukukan tingkat LDR(Loan to Deposit Ratio) terendah yaitu masing-masing hanya 23,84%,21,35%, dan 36,39% (sumber: laporan keuangan perbankan 2003-2007).
Memang ratio-ratio di atas masih dalam batas wajar karena menurut standar NPL (Non Performing Loan) di bawah 5%, LDR (Loan to Deposit Ratio) berkisar 77%, dan CAR (Capital Adequacy Ratio) di atas 8%, Bank Century tidak membukukan indikator yang cukup berbahaya pada tahun 2003-2007, namun perlu ditekankan bahwa secara rata-rata kinerja Bank Century yang tercermin pada laporan keuangannya merupakan salah satu yang terburuk diantara bank-bank lain di Indonesia.

Indikator lain tercermin dalam kebijakan investasi Bank Century yang dapat kita lihat dari cuplikan artikel berikut :
“Sejak 2005 Bank Century ini sangat aktif berinvestasi di surat berharga (efek). Pada 2007, portofolio efek melebihi penyaluran kredit dengan rasio antara keduanya sekitar 140% (Rp4,4 triliun berbanding dengan Rp3,1 triliun, per September 2007).Pada September 2008, angka itu menurun menjadi 75%. Tidak heran kemudian Century membukukan LDR kurang dari 50%, sementara rata-rata LDR bank umum telah mencapai sekitar 70%. Lebih dari 90% dari total efek dicatat sebagai dimiliki hingga jatuh tempo, sehingga sangat rentan mendatangkan risiko likuiditas bagi bank. Belakangan diketahui, banyak di antaranya tidak terbayar (default) pada saat jatuh tempo, sehingga menim-bulkan kerugian besar; CAR Century menjadi negatif.”

Namun apakah masalah Bank Century hanya ini?


Masalah sebenarnya
Ternyata masalah sesungguhnya dari Bank Century baru muncul ketika dana bailout mulai bergulir dan kejanggalan dalam neracanya mulai terungkap.
Perlu diketahui bahwa pada awalnya LPS hanya diminta menyuntikkan Rp 632 milyar agar CAR Century yang negatif 3,52% menjadi positif. Kemudian dana itu berkembang dan aliran dana berikutnya dapat kita lihat pada table berikut :
No. Tanggal Jumlah(triliun Rp) Keterangan
1 23 Nov 2008 2,776 BI: untuk CAR 8 persen dibutuhkan
Rp2,655 triliun
Peraturan LPS: LPS dapat menambah modal
sehingga CAR 10 persen, yaitu Rp2,776
triliun
2 5 Des 2008 2,201 Untuk menutup kebutuhan likuiditas
sampai dengan 31 Desember 2008
3 3 Feb 2009 1,155 Untuk menutup kebutuhan CAR berdasarkan
hasil assessment BI atas perhitungan
direksi Bank Century
4 21 Juli 2009 0,630 Untuk menutup kebutuhan CAR berdasarkan
hasil assessment BI atas hasil audit
Kantor Akuntan Publik
Total 6,762
Sumber: LPS
*sebagai tambahan infomasi, terkait bahwa prosedur penurunan dana ini tidak sesuai sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Penurunan dana pada tangga 23 Nov hingga 5 Des 2008 masih memiliki dasar hukum namun pada penurunan dana berikutnya yaitu sekitar Rp1,7 triliun-lah yang janggal karena kedua penurunan dana ini tidak memiliki dasar hukum mengingat setelah Desember 2008 Perppu PJSK ternyata ditolak DPR.

Beberapa kemungkinan mengapa penurunannya bertingkat-tingkat seperti diatas adalah pertama karena LPS tidak dapat menurunkan dana secara langsung, yang kedua karena kemungkinan ada Subsequent Events (Peristiwa atau transaksi yang terjadi setelah tanggal neraca tetapi sebelum diterbitkannya Laporan Audit, mempunyai akibat yang material terhadap laporan keuangan, sehingga memerlukan penyesuaian atau pengungkapan dalam laporan tersebut) yang menyebabkan kebutuhan dana bertambah, dan yang ketiga yaitu terungkapnya kejanggalan-kejanggalan dalam neraca Bank Century akibat adanya moral hazard sehingga terjadi ketidak-balance nya neraca secara signifikan yang berakibat membengkaknya kebutuhan dana.
Kemungkinan ketiga inilah yang perlu mendapat sorotan. Sebenarnya apakah yang terjadi di Bank Century? Banyak informasi yang beredar mengenai hal ini, namun masih sulit untuk membuktikan keakuratanya. Century dianggap menggelapkan uang nasabahnya kedalam bentuk danareksa PT.Antaboga Delta Sekuritas. Uang ini pun tidak jelas alokasinya dan akhir-akhir ini terungkap bahwa uang ini dibawa lari. Terungkapnya kasus ini sangat berpengaruh terhadap perubahan neraca Century karena nominal uang tersebut mencapai angka Rp 2,6triliun.

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya bailout untuk Century memang diperlukan namun dibalik itu ternyata banyak fakta bahwa kinerja dan tata kelola Century yang sangat buruk. Sebuah ironi memang, ketika kita terpaksa menolong orang jahat agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi orang banyak. Namun yang lebih penting adalah bagaimana kita mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa ini. UU PJSK yang mampu melindungi perbankan harus diimbangi dengan pengawasan dan tindakan tegas bagi pelanggar peraturan BI.

Oleh : Thontowi Ahmad Suhada
Kepala Departemen Kajian Strategis
BEM FEB UGM
◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Info Ekonomi Mancanegara: Oktober 2009 Template by Bamz | Publish on Bamz Templates