Senin, 13 Oktober 2008

Penurunan Peringkat Indonesia

PENURUNAN PERINGKAT INDONESIA
DALAM TINGKAT KEMUDAHAN BERUSAHA
MENURUT IFC

Depatemen Kajian Keilmuan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran


Bulan September lalu International Finance Corporation (IFC), sebuah badan di bawah Bank Dunia mengeluarkan hasil survei mengenai kemudahan dalam berusaha di seluruh dunia. Hasil survei International Finance Corporation (IFC), yang mendudukkan Indonesia pada peringkat ke-129 dalam laporan tahunan Doing Business 2009 Report edisi keenam kerjasama IFC dan Bank Dunia atau turun sebanyak dua peringkat di mana sebelumnya Indonesia berada di urutan 127 dari total 181 negara yang disurvei. Survei itu menempatkan Indonesia jauh dibawah negara-negara disekitarnya, seperti Vietnam pada rangking ke-92, Brunei Darussalam ke-88, Malaysia ke-20, Thailand ke-13, dan Singapore, yang tertinggi di dalam daftar tersebut sebagai tempat yang paling menarik untuk melakukan bisnis.
Survei itu menyebutkan bahwa telah terjadi perbaikan dalam tiga indikator utama yaitu jumlah prosedur yang harus dilampaui oleh setiap pengusaha yang ingin mendirikan usahanya di Indonesia, jumlah hari serta biaya yang diperlukan untuk pengurusan itu. Jumlah hari pengurusan ijin mendirikan perusahaan di Indonesia turun dari 105 hari pada tahun 2007 menjadi 76 hari pada tahun 2008. Untuk jumlah proses yang dilalui, survei itu menyebutkan telah berkurang dari 12 tahap pada tahun lalu yang dilakukan secara berurutan, menjadi 11 tahap yang dapat dilakukan secara paralel. Sedangkan untuk biaya yang dikeluarkan untuk mengurus seluruh prosedur itu turun dari 80% dibandingkan pendapatan nasional per kapita menjadi 77,9%.
Namun demikian, laporan Doing Business 2009 oleh IFC justru menunjukkan hal yang bertentangan dengan apa yang telah pemerintah lakukan karena perbaikan tiga indikator utama itu tidak mengakibatkan peringkat Indonesia membaik, bahkan justru turun. Alasan survei itu didasarkan karena satu indikator lain, yaitu besarnya modal minimal yang diperlukan untuk mendirikan perusahaan, meningkat sesuai dengan ketetapan dalam Undang Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang ini mensyaratkan jumlah modal minimum pemilik perusahaan adalah Rp 50 juta, naik dari Rp 20 juta atau disetor sebelumnya sebesar Rp 5 juta menjadi Rp 12,5 juta. Padahal pertimbangannya untuk meningkatkan kepastian berusaha di Indonesia, karena akan membantu menyaring kesanggupan serta kemampuan pemilik perusahaan.
Sebenarnya, angka itu tidaklah besar, tetapi di luar negeri nilainya memang jauh lebih kecil. Di Singapura hanya butuh 1 dollar AS untuk mendirikan perusahaan, dan di Indonesia butuh sekitar 1.200 dollar AS, hal tersebut yang dianggap sulit. Sebenarnya bila ditelaah lebih lanjut, aturan yang mengatur hal tersebut justru melindungi masyarakat, sehingga tidak ada perusahaan asal-asalan.
IFC melaksanakan survei tersebut dengan penilaian dilakukan dengan mengukur waktu dan biaya memulai dan menjalankan usaha, melakukan perdagangan antar negara, pembayaran pajak, serta menutup usaha. Pemeringkatan tidak memasukkan aspek kebijakan makro ekonomi, kualitas infrastruktur, kekuataan mata uang, persepsi investor, dan tingkat kriminalitas. IFC hanya melihat perkembangan bisnis berdasarkan kebijakan fiskal dan moneter.
Berdasarkan catatan dari Badan Koordinasi Penanaman Modala (BKPM), yang menyatakan bahwa pertumbuhan investasi meningkat secara signifikan selama semester pertama tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. BKPM mencatat bahwa pertumbuhan investasi dengan 15,4 persen dan 12,8 persen selama semester pertama dan kuartal ke dua tahun ini, meningkatnya rasio investasi pada Produk Domestik Bruto Nasional dengan 23,3 persen selama semester pertama.

Upaya Perbaikan oleh Pemerintah
Upaya perbaikan untuk memulai usaha telah dilakukan pemerintah dengan pengurangan jumlah prosedur dan waktu pengurusan dokumen, serta pengurangan biaya yang harus dikeluarkan. Berbagai penyederhanaan ini tertuang dalam peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, diantaranya adalah pertama penyempurnaan ketentuan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), kepengurusan SIUP yang semula membutuhkan waktu lima hari menjadi tiga hari, dan tidak dipungut biaya. Kedua penyempurnaan ketentuan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), kepengurusan TDP yang semula membutuhkan waktu sepuluh hari menjadi tiga hari, dan tidak dipungut biaya.
Ketiga penerbitan Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Pendelegasian Wewenangan Menteri Hukum dan HAM RI dalam Memberikan Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas Kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM di Seluruh Indonesia. Keempat penerbitan Peraturan Menteri Hukum dan Ham tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan.
Melalui kebijakan dan peraturan ini diharapkan bahwa proses memulai usaha di Indonesia dapat tercapai dalam 20 hari kerja. Namun implementasi perbaikan ini memerlukan waktu untuk dapat diterapkan di seluruh Indonesia. Seperti survey IFC yang dilakukan pada semester I tahun ini, perbaikan yang terjadi di lapangan baru dari 105 turun menjadi 76 hari.
Selain kebijakan memulai usaha, pemerintah juga mengupayakan kemudahan dalam pengurusan perijinan. Mengingat pengurusan perijinan terutama telah dilakukan oleh pemerintah daerah, maka kebijakan yang dikeluarkan terutama bertujuan agar pemerintah daerah melayani perijinan dengan lebih mudah dan dengan biaya yang rendah.
Dalam survey Doing Business IFC 2009 ditunjukkan pula bahwa terdapat reformasi positif yang telah dilakukan terkait dengan kemudahan memperoleh pinjaman (getting credit). Cakupan kredit bagi publik (Public Registry Coverage, yang diukur dari persentase jumlah orang dewasa) terlihat meningkat dari 20,5% menjadi 26,1 %. Ini menandakan makin mudahnya akses pinjaman usaha kepada masyakat dan dunia usaha. Kemudahan ini terjadi terutama pada akses informasi calon debitur sehingga mempermudah persetujuan kredit.



Simpulan
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, sejumlah kemajuan juga tampak nyata di daerah, seperti one stop service yang sudah berjalan di berbagai kabupaten/kota. Sejumlah terobosan itu juga mendapat apresiasi dari World Economic Forum (WEF) belum lama ini. Menurut lembaga dunia itu, Indonesia ditempatkan pada posisi 54 dari 131 negara di dunia. Hal ini menandakan bahwa Indonesia merupakan tempat yang kompetitif bagi masuknya investasi. Posisi ini menempatkan Indonesia pada posisi yang lebih baik dari beberapa negara, seperti Rusia, Yunani, Bangladesh, Uganda, dan Nigeria. Tentu saja perbedaan antara survei WEF dan IFC membuat kita bertanya, apa sebenarnya motif di balik pembuatan opini tersebut?
Baik atau buruknya hasil survei ini seharusnya tetap menjadi perhatian sebagai pekerjaan rumah pemerintah untuk tetap dapat meningkatkan kemudahan dalam berusaha bagi para investor sehingga dapat membantu meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

◄ New Post Old Post ►