Selasa, 17 Maret 2009

Efektivitas Stimulus Fiskal

Berawal dari krisis finansial di Amerika Serikat, dunia secara global ikut terkena dampak dari resesi negara adidaya tersebut. Resesi Amerika Serikat merupakan efek kumulatif dari pasar finansial yang memang memiliki risiko tinggi, biaya perang Irak dan Afghanistan yang dikeluarkan selama pemerintahan George W. Bush, penumpukan utang nasional hingga 8,98 Trilyun USD, serta program pengurangan pajak korporasi sebesar 1,35 Trilyun ang berakibat berkurangnya pendapat pemerintahan. Hal ini mengakibatkan Amerika mengalami krisis yang luar biasa. Banyak pekerja yang yang di PHK, perusahaan Amerika pun mulai mengurangi produktivitas untuk menekan biaya produksi, bahkan banyak lembaga pembiayaan yang harus bagnkrut dan terpuruk mengharap bantuan stimulus dari pemerintah untuk bertahan. Hal ini menyebabkan efek domino dan berdampak besar bagi negara Eropa dan Asia. Permintaan ekspor dari Amerika otomatis menurun drastis, pasar finansial Eropa dan Asia pun ikut terguncang karena banyak dari mereka berinvetasi dengan surat utang terbitan Amerika. Banyak investor menarik investasinya sehingga likuiditas dana pinjaman di beberapa negara, termasuk Indonesia cukup sulit didapatkan.

Secara global, dampak dari resesi global adalah terpukulnya sektor rill manufaktur. Banyak industri yang kehilangan permintaan dan harus menghentikan produksi sehingga pendapatan pun berkurang. Efeknya adalah pemutusan hubungan kerja para pekerja untuk mengurangi biaya produksi agar indusri tetap bisa bertahan, sehingga banyak orang yang harus kehilangan pendapatan yang berakibatnya turunnya daya beli. Pasar ekspor pun terganggu dengan menurunnya permintaan dari konsumen terbesar, yaitu Amerika. Indonesia sendiri kehilangan permintaannya ekspor dari Amerika. Banyak sektor riil yang terpukul dan terpaksa merumahakan tenaga kerja mereka. Perusahaan swasta pun sudah meminta kepada pemerintah untuk segera menerbitkan stimulus agar industri mereka terselamatkan. Amerika dan beberapa negara di Eropa dan Asia pun sudah mengeluarkan stimulus fiskal untuk menyelamatkan perkonomian. Negara tersebut adalah AS (1,2%), Inggris (1,1%), China (0,6%), Jepang (l,0%), Korea Selatan (0,9%), Australia (1,5%), India (0,9%), Singapura (l,l%), Thailand (1,8%), Malaysia (4,4%), Indonesia (1,4%). Besaran tersebut merupakan presentase dari PDB tiap negara. IMF memang sudah memprediksi bahwa akan ada stimulus fiskal minimal sebesar 2% dari PDB. Menurut data, Malaysia adalah negara yang menyalurkan stimulus fiskal secara presentase. Sebagian besar dari negara-negara diatas menyalurkan dana stimulus untuk program-program kerakyatan yang bertujuan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat. Efek yang terasa memang belum sebesar yang dirasakan. Terbukti saat dana bailout Amerika dicairkan, kodisi perekonomian tidak mengalami perubahan signifikan.

Pada 24 Februari 2009, Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR menyetujui paket kebijakan stimulus fiskal. Menurut data dari www.indonesia.go.id, paket stimulus tersebut bernilai Rp. 71,3 Trilyun yang akan disalurkan pada kuartal 1 tahun 2009. Alokasi dana tersebut anatara lain untuk :
1. Penghematan pembayaran pajak (tax saving) yakni untuk tarif pajak penghasilan (PPh) badan, orang pribadi, dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan alokasi sebesar Rp43triliun (0,8% dari PDB).
2. Subsidi pajak bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) kepada dunia usaha dan rumah tangga sasaran (RTS):
1. insentif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk eksplorasi migas
dan minyak goreng Rp3,5 triliun (0,07% dari PDB)
2. Kemudian bea masuk bahan baku dan barang modal Rp2,5 triliun
(0,05% dari PDB)
3. PPh karyawan sebesar Rp6,5triliun(0,12% dari PDB), serta PPh panas
bumi RpO,8 triliun (0,02 % dari PDB).
3. Subsidi dan belanja negara kepada dunia usaha dan lapangan kerja:
1. penurunan harga atau subsidi solar Rp2,8 triliun (0,05% dari PDB)
2. diskon tarif beban puncak untuk industri Rpl,4 triliun (0,03% dari PDB)
3. tambahan belanja infrastruktur Rpl0,2 triliun (0,2% dari PDB)
4. perluasan PNPM RpO,6 triliun (0,01% dari PDB)
Panitia Anggaran juga menyetujui besaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 meningkat 1 persen dari Produk Domestik Bruto atau Rp 51,3 triliun menjadi 2,4 % dari Produk Domestik Bruto atau Rp 139,5 Trilyun.
Peningkatan defisit anggaran berdasarkan perubahan asumsi makro yaitu penurunan pertumbuhan ekonomi, perubahan nilai tukar, dan penurunan harga minyak.

Kenaikan defisit anggaran tahun ini diantaranya akan dibiayai dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran tahun 2008 sebesar Rp 51,3 triliun. Pemerintah berharap simulus ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat meningkatkan daya saing, dan daya tahan usaha dan ekspor, serta meningkatkan belanja infrastruktur padat karya. Kadin sebagai perwakilan pengusaha dan dunia industri berharap fokus dari paket stimulus ini adalah untuk penguatan daya beli rakyat, dapat memperkecil potensi pemutusan hubungan kerja dan merealisasikan proyek-proyek infrastruktur yang telah direncanakan.

Untuk kondisi seperti saat ini, stimulus fiskal menjadi salah satu kunci penyelmatan perekonomian, walaupun harus diiringi dengan defisit anggaran, karena kebijakan moneter tidak dapat mmengatasinya, terbukti dengan suku bunga kredit yang tidak kunjung turun sehingga perekonomian cenderung melesu. Alokasi paket stimulus yang dikeluarkan pemerintah tergolong unik, disaat negara lain mengalokasikan dana stimulus untuk meningkatkan perekonomian rakyat, 60% dana stimulus dialokasikan untuk pengurangan pajak. Sepertinya terlihat bahwa pemerintah menggunakan dan stimulus untuk mengurangi cost produksi dengan pengurangan pajak dan meningkatkan daya beli masyarakat, tidak dengan memberikan kredit tapi dengan pengurangan pajak.

Paket stimulus yang disalurkan tergolong besar. Pemerintah seharusnya mengawal penggunaan dana ini dengan sangat ketat agar penyalurannya tepat sasaran, sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terlaksana. Sri Mulyani sendiri telah mengatakan bahwa Bappenas akan memantau penggunaan dana stimulus fiskal, jika terjadi penyalahgunaan, akan diipotong dana alokasinya. Penerbitan paket stimulus akan lebih baik jika disertai sistem pengelolaan anggaran yang baik untuk mendukung penyerapan dana stimulus yang efektif. Industri swasta juga harus distimulus agar pemyerapan tenaga kerja lebih besar. Indonesia berusaha menangani dampak krisis global dengan cara yang sama dengan negara maju, yaitu menciptakan defisit anggaran untuk mendanai paket stimulus fiskal. Permasalahn yang timbul adalah, dalam posisi likuiditas mengering akibat pelarian modal, negara berkembang terpaksa harus bersaing dengan negara maju di pasar keuangan global. Sudah pasti, surat berharga negara berkembang akan kalah bersaing sehingga harus ditawarkan dengan suku bunga yang melambung. Masalah berikutnya adalah sebagai implikasi dari digunakannya Surat Berharga Negara sebagai benchmark bagi pricing dalam obligasi swasta nasional. Ketika perusahaan menerbitkan obligasi baru, sudah pasti yield yang ditawarkan akan berada di atas yield obligasi pemerintah. Artinya, perusahaan swasta pun akan sangat kesulitan untuk mencari dana murah, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dengan demikian, penawaran yield obligasi pemerintah yang sedemikian tinggi akan menghalangi akses swasta terhadap dana murah. Pemerintah harus berpikir cermat agar swasta tidak tersakiti dengan adanya paket stimulus. Pasar domestik sebenarnya merupakan unsur penting untuk mendukung kebangkitan perekonomian. Kini, pasar luar negeri tidak dapat diandalkan, untuk itu pemerintah harus bisa mengalihkan konsumsi masyarakat agar terinsentif untuk mau menggunakan produk dalam negeri. Hal ini akan membuat Indonesia lebih mandiri dan tidak kebakaran jenggot jika terjadi kembali krisis finansial di luar negeri. Permintaan paling tidak akan tetap besar dari dalam negeri dan kondisi perekonomian akan tetap terkendali. Satu hal yang tidak kalah penting adalah agar kebijakan moneter dapat mendukung kebijakan fiskal. Jika suku bunga kredit tetap tinggi, maka masyarakat dan industri masih akan sulit untuk mendapatkan dana murah yang sebenarnya bisa mendukung bangkitnya usaha mereka. Setiap kebijakan pada intinya akan mengalami berbagai macam dampak positif maupun negatif, yang dibutuhkan adalah kecermatan pemerintah untuk mengalokasikan dana dengan tepat dan jangka waktu yang diberikan untuk pengalokasian. Keadaan politik yang muali memanas pun semoga tidak dimanfaatkan oleh pihak tertentu di dalam maupun di luar pemerintahan untuk mengganggu jalannya kemulusan penyalurannya. Sri Mulyani mengatakan mungkin saja akan ada paket stimulus tahap dua jika pada kuartal 1 Rp. 71,3 Trilyun tidak dapat berjalan efektif. Dengan defisit anggaran yang ada kini, dari mana pemerintah akan mendapatkan dana untuk stimulus tahap dua? Mengefektifkan penyaluran dana adalah hal tepat yang harus dilakukan dan tentu saja tetap menyiapkan strategi berikutnya agar perekonomian tetap dapat terkendali.


Departemen Kajian Strategis
BEM Fakultas Ekonomi UI 2009

0 komentar:

Posting Komentar

◄ New Post Old Post ►