Rabu, 09 Juli 2008

Kinerja Dirjen Bea&Cukai: Prestasi dan Korupsi

Bea dan Cukai (selanjutnya disingkat BC) adalah institusi pemerintah di bawah Departemen Keuangan yang berwenang terhadap 2 komponen penerimaan negara, pabean dan cukai, termasuk juga mengawasi proses ekspor impor, peredaran hasil tembakau dan sekaligus menjadi trade fasilitator. Seiring dengan mencuatnya kasus suap di Tanjung Priok, maka tugas BC sebagai pabean menjadi dipertanyakan.

Tugas BC sebagai pabean adalah memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Mengapa hanya impor saja yang dikenai pajak? Hal ini berhubungan dengan tujuan diberlakukannya pajak impor, yaitu melindungi industri dalam negeri dari produk-produk impor. Hal ini disebut juga tariff barrier. Sementara untuk ekspor, pada umumnya pemerintah tidak memungut bea keluar, dengan maksud untuk mendukung perkembangan industri dalam negeri dan mendorong ekspor. Di samping itu, pemerintah memberikan insentif berupa pengembalian pajak. Akan tetapi, untuk beberapa komoditas, tetap dikenai bea keluar, khususnya bahan baku produksi seperti kayu, rotan, dengan maksud untuk melindungi sumber daya alam Indonesia dan diharapkan para eksportir akan mengolah produk mereka terlebih dahulu sebelum di ekspor.

Prosedur pengurusan izin impor beserta pajak yang harus dibayar juga cukup rumit. BC sendiri lebih terlibat pada proses pengeluaran barang. Importir terlebih dahulu harus mengurus dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Pada PIB disertakan kategori, harga, jumlah dan keterangan lain. Dokumen ini nantinya diperiksa oleh pemeriksa BC dan dicocokkan dengan kondisi barang yang sesungguhnya. Dari dokumen ini pula ditentukan jumlah pajak impor dan bea masuk yang harus dibayar importir. Setelah importir membayar bea masuk dan pajak impor, barulah PIB tersebut diproses oleh BC. Selanjutnya, jika semua berjalan lancar, importir dapat mengeluarkan barangnya. Untuk hewan dan tumbuhan biasanya harus menjalani karantina, dan untuk bahan makanan impor biasanya membutuhkan dokumen tambahan seperti certificate of origin dan sertifikasi halal. Untuk komoditas khusus seperti ini, BC juga bekerjasama dengan instansi lain yang terkait, seperti Departemen Perdagangan.

BC sendiri memiliki sistem penjaluran barang yang didasarkan pada profil importir, komoditas, track record dan informasi lain. Jalur pertama adalah prioritas, khusus untuk importir yang memiliki track record sangat baik dan improtir ini mendapat prioritas dari segi pelayanan dan sistem pengeluaran barangnya otomatis. Jalur kedua adalah jalur hijau, diperuntukkan importir yang memiliki track record baik dan komoditi impornya termasuk low risk. Jalur ketiga adalah jalur merah yang diperuntukkan bagi importir baru dan importir dengan risiko tinggi, track record tinggi atau adanya catatan lain. Untuk bea keluar, prosedur yang berlaku hampir sama.

BC sendiri memiliki termasuk salah satu sumber pendapatan negara. Selama ini, BC selalu mencapai 90% dari target yang dibebankan APBN, bahkan pada tahun 2005 BC berhasil melampaui target hingga menyentuh angka 103%. Untuk tahun 2008, karena adanya APBN-P, target BC dinaikkan hampir mencapai 2 triliun, dan sampai saat ini sudah mencapai 64,47% dari jumlah yang ditargetkan, yaitu Rp 72,69 triliun; dengan rincian dari bea masuk sebesar Rp 15,82 triliun dari bea masuk, Rp 45,71 triliun dari cukai dan Rp 11,20 triliun dari bea keluar.

Adanya praktik suap di BC, membuat pengusaha terpaksa mengeluarkan biaya lagi sebesar 5 – 15% dari biaya normal pengurusan dokumen pabean. Itupun berlaku untuk barang-barang yang masuk atau keluar ke Indonesia secara legal. Jika diasumsikan pengusaha masih harus mengeluarkan biaya 10% dari biaya normal pengurusan dokumen, maka negara akan mengalami kerugian sebesar (10% x (15,82 + 11,20)) = Rp 2,7 triliun, di tahun 2008. Dan angka ini masih bisa naik lagi.

Mengenai kasus di Tanjung Priok, petugas yang menerima suap adalah pelaksana, yaitu petugas yang bertugas memeriksa dokumen PIB dan melakukan pemeriksaan fisik. Petugas ini juga berkewajiban memeriksa jumlah pajak yang harus dibayar. Petugas penerima suap tersebut memalsukan jumlah pajak impor yang harus dibayar. Jumlah suap mencapai 500 juta. KPK menyatakan bahwa itu barulah temuan dalam satu hari setelah penggeledahan di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, Tanjung Priok, 30 Mei lalu.

Ini merupakan suatu kekecewaan besar bagi BC, mengingat mereka telah menghabiskan 4,3 triliun untuk reformasi birokrasi yang digunakan untuk perbaikan sistem kerja dan pemberian tunjangan kerja pejabat dan pegawai. Reformasi birokrasi ini sendiri dilakukan oleh Departemen Keuangan setelah BC masuk menjadi institusi terkorup ketiga se-Indonesia, setelah peradilan dan kepolisian.

Korupsi di dalam BC harus diusut lebih dalam, tidak hanya KPK saja yang aktif, lembaga lain seperti POLRI dan kejaksaan juga harus lebih serius dalam mengangani karena selama inihanya KPK yang dianggap paing benar. Di samping itu, reformasi birokrasi sebaiknya dilakukan tidak hanya pada tataran elite, tetapi sampai ke akar-akarnya.

Departemen Kajian Strategis

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Gadjah Mada

0 komentar:

Posting Komentar

◄ New Post Old Post ►