Minggu, 06 April 2008

Kendala Sisi Penawaran: Infrastruktur dan Logistik (1/4) -- Arianto A. Patunru

Pendahuluan

Sebelum krisis ekonomi 1997/1998, perekonomian Indonesia mencatat kemajuan yang mengesankan: PDB tumbuh 7,5% per tahun selama dua dekade. Namun krisis merontokkan pertumbuhan hingga minus 13% pada tahun 1998 disertai inflasi 76% dan hilangnya 2/3 pendapatan per kapita. Sepuluh tahun kemudian perekonomian pulih: PDB, pendapatan per kapita, konsumsi, dan ekspor telah melebihi tingkat sebelum krisis. Inflasi relatif terkendali pada 6-7%, nilai tukar lebih stabil di sekitar Rp 9,100, dan indeks harga saham menembus 2,000. Defisit fiskal serta hutang dapat ditekan secara signifikan. Namun investasi masih belum mencapai tingkat sebelum krisis. Perekonomian masih sangat bergantung pada konsumsi (terutama oleh pemerintah) dan ekspor (terutama karena harga internasional yang tinggi).

Ternyata pola perekonomian Indonesia pasca krisis tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Malaysia, Thailand, dan Korea: konsumsi melebihi tingkatnya sebelum krisis, namun tidak demikian halnya dengan investasi (kecuali Korea sejak 2004). Dalam hal ekspor, Indonesia masih relatif lambat dibanding negara-negara korban krisis lainnya. Kendala utama dari pertumbuhan ekspor yang lambat ini terjadi di sektor manufaktur yang mengandalkan tenaga kerja. Nilai dollar dari ekspor sektor ini turun drastis dari 23% tahun 1990-1996 ke 2% tahun 1996-2006.

Basri dan Patunru (2008) menyimpulkan bahwa rendahnya tingkat investasi dan lambatnya pertumbuhan ekspor Indonesia di atas disebabkan oleh kendala-kendala di sisi penawaran yang pada gilirannya bermuara pada apresiasi nilai tukar, ekonomi biaya tinggi (termasuk kondisi infrastruktur yang jelek, pungutan liar, biaya logistik – atau masalah iklim investasi pada umumnya), serta perubahan pola investasi dari sektor tradable (umumnya adalah komoditi ekstraktif) ke non-tradable (umumnya adalah konstruksi, transportasi, dan komunikasi). Tulisan ini menyoroti masalah dan isu seputar infrastruktur dan biaya logistik.

0 komentar:

Posting Komentar

◄ New Post Old Post ►