Minggu, 27 April 2008

Ekonomi Politik Beras (4) - AAP

Benarkah ada ancaman krisis pangan dunia?

Sebelumnya, apa penyebab kenaikan harga-harga pangan yang begitu tajam?

  • Subsidi besar-besaran pemerintah AS untuk industri biofuel berbasis dan mandat pemerintah EU untuk memproduksi biofuel. Akibatnya, insentif untuk menanam untuk tujuan konsumsi manusia menurun drastis, pindah ke menanam untuk biofuel. Kasarnya, manusia bersaing dengan mobil (SUV) untuk mendapatkan makanan.
  • Manusia juga bersaing dengan binatang. India dan Cina yang semakin "makmur" mengubah pola makannya menjadi lebih sedikit bergantung kepada padi-padian dan umbi-umbian (tumbuhan) dan mulai lebih banyak mengkonsumsi daging. Masalahnya, hewan butuh makanan dari tumbuhan juga. Maka, permintaan akan tumbuhan tetap tinggi. Selain itu, proses produksi makanan berbasis hewan lebih membutuhkan banyak energi ketimbang yang berbasis tumbuhan. Maka permintaan terhadap bahan bakar juga meningkat.
  • Gangguan alam: banjir, kekeringan dsb menyebabkan gagalnya panen di mana-mana.
  • Depresiasi dollar AS terhadap matauang-matauang utama menyebabkan makin mahalnya barang-barang yang dinilai dlaam dollar.
  • Spekulasi: disparitas harga adalah insentif yang besar untuk spekulasi/arbitrase.
  • Kebijakan penahanan ekspor: membuat pasar dunia semakin tipis, memberi tekanan ke atas kepada harga.

Apa akibat yang mungkin terjadi, jika tidak ada solusi?

  • Menurut Bob Zoellick (Bank Dunia), 100 juta orang akan jatuh miskin.
  • Menurut Peter Timmer (Center for Global Development), 10 juta orang terancam kematian dini (premature death).

Apa solusinya?

  • Tidak bisa tidak, harus ada koordinasi tingkat global (atau paling tidak regional). Karena, dunia dalam posisi prisoner's dilemma: tidak ada yang mau duluan melakukan ekspor, karena takut harga di negaranya sendiri meroket, walaupun kalau semua melakukan ekspor, kuatitas dunia bertambah dan kemungkinan malnutrisi dan kelaparan mengecil.
  • Pada jangka pendek, perlu ada koordinasi di antara setidaknya India, Cina, Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Filipina. Menurut Timmer, paling tidak mereka perlu sepakat untuk membuka diri satu sama lain selama 6 bulan, untuk sembari memikirkan rencana untuk jangka yang lebih panjang.

0 komentar:

Posting Komentar

◄ New Post Old Post ►